BPIP: Indonesia Majemuk, Tak Boleh Ada yang Merasa Dominan dan Berkuasa
search

BPIP: Indonesia Majemuk, Tak Boleh Ada yang Merasa Dominan dan Berkuasa

Zona Barat
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi (BPIP) Antonius Benny Susetyo. Foto: Politeia.id/dok. Pribadi

Politeia.id--Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo mengatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dan multikultural sehingga tidak boleh ada yang merasa dominan.

"Negara ini majemuk dan beragam oleh karena itu milik semua masyarakat. Tidak boleh ada yang merasa dominan dan berkuasa," kata Benny dalam acara yang digelar oleh Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menggelar "Persamuhan Lintas Generasi Memaknai Nilai Pancasila", Selasa (15/12/2020).

Benny menjelaskan bahwa Presiden Soekarno pernah menyampaikan bahwa nasionalisme dan persatuan adalah segalanya bagi bangsa ini.

"Bagi Soekarno, nasionalisme dan persatuan segala galanya. Negara majemuk dan beragam milik semua masyarakat. Karenanya Pancasila sebagai pemandu kebijakan dan merawat kebhinnekaan," tambahnya.

Selain itu, Benny menjelaskan terkait tata keadaban publik, Pancasila sebagai dimensi etis harus di laksanakan oleh penyelenggara negara serta semua elemen bangsa.

"Permintah, pasar, dan masyarakat adalah tiga elemen yang harus diperhatikan dan bersinergi. Bhineka Tunggal Ika bisa dirawat jika tiga hal tersebut tersebut bisa dijaga," katanya.

Selian itu, aspek lain yang perlu diperhatikan adalah kemajuann teknologi khususnya dinia maya. Benny menyatakan Dunia maya terlalu mengeksploitasi agama, keyakinan dan hal-hal privat hingga terjadi benturan.

"Harus dibersihkan ruang publik dari virus kebencian dan harus mengaktualisasikan Pancasila. BPIP punya peran melalui ikon-ikon Pancasila untuk membantuk dan menguruskan Pancasila bagi bangsa dan negara," ujarnya.

Sastrawan Indonesia, Anna Mustamin mengamini terkait perlunya upaya yang lebih kuat dalam membumikan Pancasila. Menurutnya dalam hal pembumian Pancasila ini sastrawan harus juga diikut sertakan.

"Dalam membumikan Pancasila satrawan jarang dikut sertakan. Padahal infokasi yang berkembang dan persoalan ancaman disintegrasi bangsa tidak terlapas dari informasi," tegasnya.

Inna melanjutkan bahwa media sosial sekarang sering membelah masyarat dibagi menjadi dua kubu a dan b. Sastra tidak pernah mengajarkah hanya hitam dan putih.

"Sila ketiga berlandaskan jika kita beragam maka dari situ akan muncul persatuan. Di dunia ini tidak boleh berpikiran hitam dan putih karena ada warna lain di dunia ini," jelas inna.

Menurutnya, sastrawan selalu bicara nuansa berpikir dan hal hal yang tidak hitam putih. "Karya sastra sangat nuansa dan penuh perspektif," ujarnya

Pimpinan Redaksi Geotimes sekaligus Tim Ahli Revolusi Mental Kemenko PMK, David Krisna Alkah mengatakan bahwa Pancasila hadir untuk menguatkan basis kebudayaan dan mental.

"Pancasila tidak lahir prematur tetapi dari diskursus pendiri bangsa dan sudah final. Pancasila.hadir untuk menguatkan basis kebudayaan dan mental," jelas David.

David menambahkan bahwa harus mengemablikan komunitas dan sanggar agar diajak untuk internalisasi nilai pancasila khususnya internal bahkan dikeluarga.

Tag:

comments