Dorong UMKM Berorientasi Ekspor, Pemerintah Lakukan 3 Program Ini
search

Dorong UMKM Berorientasi Ekspor, Pemerintah Lakukan 3 Program Ini

Zona Barat
Sektor UMKM membidik masker dan alat pelengkap diri (APD). Foto: Indonesia.go.id.

Politeia.id -- Pemerintah mendorong UMKM yang berorientasi ekspor untuk meningkatkan kontribusi salah satu lokomotif ekonomi itu terhadap pertumbuhan ekonomi.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, ada tiga program yang disiapkan pemerintah untuk meningkatkan kontribusi UMKM.

Pertama, penciptaan 1.500 UKM eksportir melalui upaya fasilitasi informasi, peningkatan daya saing produk, kerja sama, promosi dan citra, serta peningkatan SDM.

Kedua, pembinaan bagi pelaku usaha berorientasi ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Terakhir, fasilitasi UKM pedesaan untuk ekspor melalui business matching dengan pelaku usaha swasta dan eksportir.

"Diharapkan kebijakan yang telah kami buat dapat mengakselerasi pencetakan eksportir baru di Indonesia secara maksimal," ujar Musdhalifah dalam webinar bertajuk "Saatnya Menembus Pasar Global: Mendorong Peningkatan Daya Saing UMKM", di Jakarta, Jumat (30/4).

Ia mengatakan, untuk mendorong kontribusi UMKM terhadap ekspor, pemerintah juga memberikan insentif fiskal bagi Pusat Logistik Berikat (PLB) IKM melalui penangguhan PPN dan Bea Masuk, serta Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE) IKM melalui pembebasan PPN dan Bea Masuk.

Selain itu, pemerintah mendorong UMKM melakukan penetrasi ke pasar non-tradisional, utilisasi perjanjian perdagangan internasional, serta reformasi regulasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

"Dukungan pemerintah untuk meningkatkan daya saing UMKM dilakukan melalui pemberian insentif fiskal dan non fiskal, kemudahan izin berusaha, sertifikasi, dukungan promosi, informasi pasar ekspor dan kemudahan akses pasar, serta dukungan permodalan, baik melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), maupun Bantuan Pelaku Usaha Mikro (BPUM)," ujarnya.

Ia menjelaskan, kontribusi UMKM terhadap ekspor hanya sebesar 14,37%, lebih rendah dibandingkan negara lainnya di Asia, seperti Singapura (41%), Malaysia (18%), Thailand (29%), Jepang (25%), dan Tiongkok (60%).

Selama pandemi Covid-19, banyak UMKM di Indonesia terkena dampak yang cukup signifikan.

Berdasarkan hasil survei ADB (2020) berjudul "Impact of Covid-19 on MSME", terdapat 48,6% UMKM yang tutup sementara.

Adapun sekitar 30,5% permintaan domestik UMKM turun, 14,1% melakukan pembatalan kontrak dengan UMKM, dan 13,1% UMKM mengalami hambatan pengiriman.

Sementara, Analisa Hasil Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha oleh BPS juga menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM atau sebanyak 69,02% membutuhkan suntikan bantuan modal usaha.

Untuk itu, di akhir 2020, pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah menyerap anggaran untuk Dukungan UMKM sebesar Rp112,44 triliun atau 96,7% dari pagu sebesar Rp123,47 triliun.

Tahun ini, pagu anggaran tersebut dinaikkan menjadi Rp184,83 triliun karena digabungkan dengan anggaran untuk korporasi.

Musdhalifah menyebutkan, dari segi regulasi, pemerintah telah mengeluarkan PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia sebagai aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja.

Aturan ini mengatur lebih spesifik mengenai bentuk dukungan bagi Koperasi dan UMKM supaya lebih berdaya saing.

Ditegaskan Musdhalifah, peningkatan kolaborasi antar pemangku kepentingan menjadi kunci dalam mendorong peningkatan daya saing UMKM agar bisa menembus pasar global.

"Pemerintah akan terus mendukung dari sisi kebijakan bagi pelaku usaha agar gencar melakukan ekspor," ungkapnya.*

Tag:

comments