Embargo Vaksin di India, Indonesia Komit Kurangi Ketergantungan Vaksin Luar Negeri
search

Embargo Vaksin di India, Indonesia Komit Kurangi Ketergantungan Vaksin Luar Negeri

Zona Barat
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. Foto: Politeia/BNPB.

Politeia.id -- Pemerintah berupaya mengurangi ketergantungan terhadap kebutuhan vaksin dari luar negeri dan mendorong produksi vaksin buatan dalam negeri.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, komitmen itu dilakukan dengan berkaca dari embargo yang dilakukan India terhadap vaksin karena kasus Covid-19 melonjak.

Dengan embargo vaksin, India tidak akan lagi mengirim vaksin AstraZeneca ke WHO dan GAVI.

India sendiri merupakan negara terbesar kedua setelah China dalam hal pabrik vaksin Covid-19.

Wiku menegaskan, PT Bio Farma sebagai produsen tunggal vaksin dalam negeri akan meningkatkan kapasitas produksi vaksin Sinovac mencapai 25 juta dosis.

"Dengan ditingkatkannya kapasitas produksi vaksin ini, kebutuhan vaksin dalam negeri akan tercapai," katanya saat menjawab pertanyaan media dalam International Media Briefing, Selasa (13/4) yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia.

Wiku menambahkan, pemerintah juga terus mengakselerasi pengembangan vaksin dalam negeri.

Secara bersamaan, pemerintah terus mendiseminasikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya vaksin untuk melindungi masyarakat dari paparan virus corona.

Adapun akibat embargo vaksin di India, Indonesia kena dampaknya. Sebanyak 100 juta dosis vaksin yang rencananya dikirim pada Maret-April terpaksa diundur ke Mei.

"Jadi ada 100 juta dosis vaksin yang sampai sekarang menjadi agak tidak pasti jadwalnya (karena embargo)," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, 8 April lalu.

Budi menjelaskan bahwa 100 juta dosis vaksin itu didatangkan melalui dua mekanisme utama.

Pertama, melalui multilateral dengan GAVI sebanyak 54 juta dosis secara gratis. Dan kedua, lewat Bio Farma dan AstraZeneca sebanyak 50 juta.

Dalam kerjasama dengan GAVI, Indonesia hanya menerima 1 juta dosis vaksin pada Maret-April dari 11 juta dosis yang dipesan.

Sementara dengan AstraZeneca, Bio Farma hanya bisa mendatangkan 10 juta dosis tahun ini. Selebihnya, sekitar 30 juta, diundur ke 2022.

Budi pun meminta kepada Sinovac agar bisa menambah dosis vaksin hingga 100 juta. Namun, belum ada kepastian dari China mengenai kesepakatan penambahan itu.

"Kita sudah membuka diskusi dengan China untuk menambah sekitar 90-100 juta dosis vaksin tambahan untuk antisipasi kalau memang benar-benar ternyata yang 100 juta dosis itu bergeser," katanya.

Di dalam negeri sebetulnya ada vaksin Merah Putih yang dikembangkan Lembaga Eijkman dan vaksin Nusantara yang dikembangkan mantan Menkes Terawan Agus Pustranto.

Menurut Terawan, vaksin Nusantara aman karena berbasis sel dendritik autolog atau komponen dari sel darah putih. Caranya, sel darah putih itu diambil dari sampel darah pasien, dan kemudian diambil sel dendritik.

Di laboratorium, sel dendritik diperkenalkan dengan rekombinan dari SARS-CoV-2. Setelah keduanya saling mengenal, sel itu disuntikan kembali ke tubuh pasien agar kebal.

Sementara itu, vaksin Merah Putih yang dikembangkan sekitar enam lembaga saat ini sedang melakukan uji coba ke hewan dari Amerika. Targetnya, tahun 2022 vaksin ini bisa digunakan untuk membantu pemerintah mencapai target vaksinasi 181,5 juta penduduk.

"Ini adalah pengembangan dari bibit vaksin yang digunakan isolat virus yang beredar di Indonesia, dilakukan peneliti Indonesia dan tentunya produksi juga oleh Indonesia," papar Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro.*

Tag:

comments