Mana Lebih Baik, Vaksin Sinovac atau Pfizer
search

Mana Lebih Baik, Vaksin Sinovac atau Pfizer

Zona Barat
Laboratorium pengujian vaksin corona. Foto: Texas Tribun

Politeia.id -- Indonesia tengah bersiap-siap memasuki tahap vaksinasi di tengah kekhawatiran dan ancaman lonjakan kasus penularan virus corona (Covid-19) yang makin tinggi. Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac BioTech China telah tiba di tanah air pada Minggu (8/12), pekan lalu.

Selangkah lagi, proses vaksinasi akan dilakukan sembari menunggu persetujuan penggunaan pada masa darurat (Emergency Use Authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, demikian pernyataan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto .

Terawan menegaskan bahwa keamanan dan manfaat merupakan aspek yang sangat penting dalam vaksinasi Covid-19, sehingga pemerintah hanya menyediakan vaksin yang terbukti aman dan lolos uji klinis sesuai rekomendasi dari WHO.

Ketibaan vaksin Sinovac pun disambut baik Presiden Joko Widodo. Dalam keterangannya, Jokowi mengatakan bahwa dengan adanya vaksin Sinovac diharapkan bisa meredam lonjak kasus Covid-19, sekaligus meredam ketakutan masyarakat akan virus. Namun, Kepala Negara tetap mengikuti protokol kesehatan, agar vaksin yang diberikan benar-benar aman dan manjur.

Meski demikian, belum ada keterangan resmi pemerintah mengenai alasan mengapa negara harus menggunakan vaksin Sinovac, yang kemudian bekerjasama dengan PT Bio Farma, perusahaan BUMN, sebagai produsen dalam negeri.

Lagipula, perusahaan farmasi asal China itu belum merilis efikasi vaksin sampai saat ini, meski sudah dipakai dan disetujui beberapa negara, antara lain di Brazil, Turki dan Chili.

Baru-baru ini Bio Farma sempat mengklaim bahwa efikasi atau kemanjuran vaksin Sinovac sudah mencapai 97 persen, hal yang kemudian dibantah oleh Sinovac Biotech karena pihaknya sama sekali belum mengeluarkan pernyataan soal efikasi vaksin.

Terkait hal itu, anggota Komisi IX DPR yang membidani urusan kesehatan, misalnya, mempertanyakan banyak aspek terkait vaksin Sinovac. Misalnya, mulai dari hasil uji klinis tahap III di Bandung, izien edar dari BPOM hingga sertifikasi halal, yang disarankan dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Kami saja di Komisi IX resah karena belum tahu pasti hasil uji klinis, izin edar BPOM dan sertifikasi halalnya bagaimana?" kata Kurniasih Mufidayati, politikus PKS kepada media, Senin (7/12) lalu.

Respon publik terhadap kedatangan vaksin Sinovac pun beragam. Ada pihak yang menyambut baik kehadiran vaksin buatan China tersebut. Harapannya bisa segera melonggarkan kepanikan masyarakat terhadap dampak ekonomi yang ditimbulkan virus.

Namun, tidak sedikit juga yang menyoroti aspek kemanjuran vaksin Sinovac hingga harga vaksin, yang di Indonesia menjadi lebih mahal ketimbang yang telah dipakai di luar negeri, salah satunya di Brazil, yaitu hanya Rp28.000 (US$1,96).

Namun juru bicara Pemerintah melalui Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi menampik bahwa pemerintah sampai saat ini belum secara resmi menetapkan harga vaksin karena masih menunggu rekomendasi BPOM terkait distribusi vaksin.

Siti menjelaskan, terdapat 107 juta penduduk kelompok prioritas yang menjadi target penyuntikan vaksin. Dari jumlah tersebut diperkirakan sekitar 32 juta orang gratis dan 75 juta orang harus membayar untuk mendapatkan vaksin. Yang akan mendapatkan vaksin gratis, kata Siti, antara lain tenaga kesehatan, pelayan publik, PBI, dan kelompok rentan lainnya.

"Iya, jadi perkiraan awal angka seperti itu untuk mencapai 67 persen orang yang diimunisasi," ujar Siti, Selasa (8/12) lalu.

Jika merujuk pada keterangan Bio Farma, dikatakan bahwa harga vaksin di Indonesia memang sudah ditentukan. Untuk Sinovac, harganya ditaksir sekitar Rp200 ribu per dosis. Harga tersebut disebutkan lebih murah dari yang beredar di China sebesar US$29,75 atau sekitar Rp421.000 per dosis, demikian pernyataan resmi Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir, Oktober lalu.

Bio Farma sendiri sudah menandatangani kontrak pembelian dengan Sinovac Biotech untuk 40 juta dosis Sinovac, dengan biaya sekitar Rp 200.000 per dosis. Total sekitar Rp8 triliun untuk pembelian vaksin Sinovac dari China.

Sementara itu, harga vaksin yang resmi akan beredar di Indonesia juga telah ditentukan, antara lain vaksin Moderna dengan harga US$37 atau sekitar Rp526.000 per dosis. Lalu vaksin Pfizer/BioNTech dibandrol US$20 atau sekitar Rp283.000 per dosis. Sedangkan vaksin Johnson & Johnson harganya dipatok US$10 atau sekitar Rp 141.000, hampir sama dengan harga vaksin Sputnik.

Adapun vaksin AstraZeneca yang dibuat bersama Universitas Oxford dan memiliki efektivitas rata-rata 70 persen, dihargai US$4 atau sekitar Rp57.000. Kemudian vaksin Novavax dipatok dengan harga US$16 atau sekitar Rp 226.000 per dosis.

Penentuan jenis vaksin ini ditetapkan dengan merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19.

Mengapa Harus Sinovac?

Dari semua jenis vaksin, Sinovac bukanlah vaksin yang paling mahal harganya, atau paling murah. Lalu, mengapa harus Sinovac yang dipilih diantara jenis vaksin lain?

Politeia.id coba menghubungi Dirut Bio Farma dan Kepala BPOM untuk mengkonfirmasi alasan penggunaan vaksin Sinovac. Namun, sampai saat ini belum ditanggapi.

Dari berbagai sumber yang tersedia, vaksin Sinovac disebut Sinovac memiliki keunggulan utama, yaitu dapat disimpan di lemari es standar pada suhu 2-8 derajat Celcius, seperti vaksin Oxford, yang dibuat dari virus rekayasa genetika yang menyebabkan flu biasa pada simpanse.

Itu berarti, Sinovac jauh lebih berguna bagi negara berkembang seperti Indonesia yang mungkin tidak dapat menyimpan vaksin dalam jumlah besar pada suhu rendah, yang harus didukung infrastruktur penyimpanan yang memadai.

Sinovac adalah vaksin yang non-aktif, yang bekerja dengan menggunakan partikel virus yang telah dimatikan untuk mengekspos sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa menimbulkan risiko respons penyakit yang serius.

Sinovac diketahui mampu memicu respons imun yang cepat, tapi menghasilkan tingkat antibodi lebih rendah daripada orang yang telah pulih dari infeksi Covid-19, atau biasa disebut penyintas Covid-19.

Efektivitas Sinovac juga belum dikonfirmasi secara resmi. Dalam beberapa tahap pengujian, perusahaan menemukan adanya gejala kelelahan dan ketindaknyamanan pada peserta uji coba, demikian laporan jurnal ilmiah, The Lancet, beberapa waktu lalu, untuk mengkonfirmasi temuan Zhu Fengcai.

Komunitas ilmiah pun masih meragukan vaksin virus corona China ini. Masih belum diketahui tingkat menetralisir antibodi dapat melindungi orang terhadap infeksi Covid-19. Pengujian efektivitas vaksin dalam tiga tahap percobaan biasanya membutuhkan ribuan orang di tempat virus masih beredar.

Diketahui, uji coba klinis tahap III telah dilakukan di Bandung terhadap 1.620 relawan. Hasil uji klinis tersebut dijadwalkan akan diserahkan ke BPOM hari ini. Namun baru saja dikonfirmasi bahwa BPOM memperpanjang pengawasannya terhadap efikasi maupun efek samping vaksin Sinovac dari 3 bulan ke 6 bulan. Itu berarti, hasil uji coba baru diketahui pada Maret 2021.

Adapun perubahan itu diungkap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil seusai menjalani pengambilan sampel darah di Puskesmas Garuda, Kota Bandung, Senin kemarin. Ia mengatakan, ada perubahan di mana pengecekan sampel tidak lagi 3 bulan.

"Karena BPOM ingin memastikan kandungan dari antibodi kami itu berlimpah di rentang waktu yang lebih panjang," kata Emil.

Sinovac, perusahaan yang berdiri pada 1993, dalam dua dekade terakhir, telah mengembangkan dan mengomersialkan enam vaksin yang digunakan manusia dan satu vaksin hewan. Di antaranya adalah vaksin hepatitis A dan B, influenza H5N1 (flu burung), influenza H1N1 (flu babi), gondok, dan rabies.

Sinovac juga telah mencapai banyak tonggak pengembangan signifikan termasuk mengembangkan vaksin H1N1 pertama di dunia pada 2009. Selain itu, perseroan telah memperluas platform yang sepenuhnya terintegrasi dengan fasilitas penelitian canggih, fasilitas manufaktur bersertifikat GMP, dan tim penjualan dengan jangkauan di seluruh China.

Sinovac saat ini sedang mengembangkan vaksin baru terhadap enterovirus 71, yang menyebabkan penyakit tangan, kaki dan mulut (HFMD) yang parah di antara anak-anak.

Sementara itu, vaksin Pfizer dikembangkan perusahaan biotek AS dalam kerjasama dengan perusahaan farmasi Jerman, BioNTech yang dinamai BNT162b2, dengan menggunakan insruksi molekuler dalam bentuk mesenger RNA (m-RNA).

Cara kerjanya adalah sebagian kode genetik virus corona disuntikkan ke badan, memicu badan mulai menciptakan protein virus, tapi bukan virus secara keseluruhan, yang cukup untuk melatih sistem kekebalan untuk menyerang virus.

Saat vaksin disuntikkan ke dalam tubuh manusia, maka ia akan memasuki sel-sel tubuh dan memerintahkan mereka untuk memproduksi protein spike virus corona.

Vaksin ini kemudian akan memicu sistem kekebalan untuk memproduksi antibdi dan mengaktifkan sel T untuk menghancurkan sel-sel yang terinfeksi. Jika pasien terpapar virus corona, maka antibodi dan sel T akan terpicu memerangi virus.

Vaksin ini menggunakan pendekatan yang sepenuhnya eksperimental untuk melatih sistem kekebalan tubuh mencegah infeksi atau patogen yang masuk ke dalam tubuh.

Pfizer dan BioNTech mengklaim kandidat vaksin yang dikembangkannya 95 persen efektif dan tidak memiliki efek samping serius. Data menunjukkan vaksin tersebut dapat mencegah Covid-19 yang ringan dan parah.

Meski demikian, efek samping atau potensi masalah yang ditimbulkan belum diketahui, bahwa apakah vaksin ini dapat menghentikan seseorang menyebarkan virus atau hanya mencegah seseorang mendapatkan gejala penyakit. Atau, apakah vaksin ini juga efektif bagi orang lanjut usia yang rentan tertular.

Sejauh ini, vaksin Pfizer tampaknya aman saat diuji coba dalam skala besar. Dengan keamanan itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat ( FDA) pun resmi mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat vaksin Covid-19 yang dikembangkan Pfizer dan BioNTech. Vaksin tersebut terbukti 95 persen efektif dalam mencegah Covid-19 dalam uji coba tahap akhir.

Namun, pejabat FDA Dr Marion Gruber dalam sebuah pertemuan pekan lalu mengatakan lembar fakta dan informasi resep pemberian vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech dapat memberikan peringatan pada orang dengan riwayat alergi parah terhadap salah satu komponen vaksin untuk tidak diberikan suntikan.

AS sendiri telah memulai vaksinasi awal pekan ini dan telah memesan 100 juta dosis vaksin Pfizer untuk penanganan Covid-19.
Rencananya, pemerintah AS akan mempercepat vaksinasi dalam beberapa minggu dan bulan mendatang, terutama apabila vaksin Covid-19 Moderna cepat disetujui.

Dengan adanya vaksin, ada alasan untuk optimis memerangi Covid-19 di AS yang kian mengerikan. Petugas kesehatan dan penghuni panti jompo akan menjadi yang pertama menerima vaksin tersebut, demikian laporan Market Watch, Selasa (15/12).

Di Indonesia, vaksin Sinovac direncanakan akan diberikan pada pertengahan tahun depan, sembari melihat efektivitas vaksin berdasarkan hasil uji klinis tahap III di Bandung.

Dengan demikian, belum diketahui mana vaksin yang lebih baik dan efektif untuk digunakan dalam peperangan melawan Covid-19. Lagipula, kita tidak bisa membuat kesimpulan bahwa vaksin dapat diberikan ke semua kalangan untuk beberapa bulan.

Tag:

comments