Kompolnas Minta Kapolda Bali Tindak Tegas Bawahannya di Polres Buleleng
search

Kompolnas Minta Kapolda Bali Tindak Tegas Bawahannya di Polres Buleleng

Zona Barat
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyambut baik upaya Made Sudiari, ibu korban eksploitasi anak di bawah umur dalam kegiatan politik praktis di Buleleng, Bali. Diketahui, Made Sundari mengadu ke Polres Buleleng kasus tersebut. Namun proses penyelidikannya tidak menemuk titik terang. 

"Saya belum masuk substansinya karena belum mengetahui fakta-fakta hukumnya. Tetapi saya berharap jika benar ada dugaan pelanggaran dalam penanganan laporan polisi, maka Pelapor disarankan untuk melaporkan kepada Propam selaku pengawas internal," ujar Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti kepada wartawan, Jumat (11/9/2020).

Menurut Poengky, laporan Made Sudiari harus menjadi atensi pimpinan Polda Bali. Apalagi kata Poengky, Kapolda Bali Irjen Petrus Reinhard Golose merupakan sosok yang sangat tegas apabila bawahannya melakukan pelanggaran.

"Dengan dilaporkannya ke Propam diharapkan kasus ini akan jadi perhatian pimpinan, terutama Kapolda Bali. Saya tahu beliau sangat tegas dan tidak akan mentolerir jika ada bawahannya yang coba-coba melakukan pelanggaran," tegasnya.

Poengky berharap korban juga melaporkan kasus tersebut Kompolnas. Pada dasarnya kata Poengky, semua orang sama kedudukannya di depan hukum. Indonesia adalah negara hukum, sehingga tidak ada yang kebal hukum.

"Pelapor juga dapat melaporkan kepada Kompolnas selaku pengawas eksternal Polri, agar kami dapat melakukan klarifikasi kepada Polda Bali," tukasnya.

Sebelumnya diberitakan, Made Sudiari melaporkan Unit PPA Satreskrim Polres Buleleng ke Kapolri. Laporan Made Sudiari itu tertanggal 10 September 2020 bermetarai Rp 6000.

Surat tulisan tangan yang ditujukan langsung kepada Kapolri itu berisikan tiga poin. Dalam poin-poin tersebut Sudiari membongkar semua dosa dan permainan kotor yang dilakukan penyidik Unit PPA Satreskrim Polres baik secara personal maupun secara lembaga untuk melindungi DR Somvir, anggota DPRD Bali dari Partai NasDem kelahiran India itu.

“Saya Made Sudiari, ibu kandung korban eksploitasi anak, melaporkan Satreskrim-Unit PPA Polres Buleleng dengan alasan, pertama, pada tanggal 6 Juli 2020 saksi pelapor atas nama Ketut Adi Gunawan diancam ditahan dan dibentak secara kasar oleh oknum penyidik bernama Taufik,” tulis Sudiari dalam poin pertama suratnya.

Dalam poin kedua, Sudiari melaporkan bahwa sudah ada 4 alat bukti, namun Unit PPA Satreskrim Polres Buleleng belum menjadikan DR Somvir sebagai tersangka. “Empat alat bukti itu sebagai berikut, 1.Brosur Yoga; 2.Alat peraga kampanye; 3.Empat saksi yang mengetahui DR Somvir, pelaku eksploitasi anak, telah memberikan kesaksian dalam BAP; dan 4.Surat hasil pemeriksaan Kesehatan di RSUD Buleleng anak saya divonis mengalami gangguan depresi dan cemas serta terus mengkonsumsi obat secara teratur karena anak saya sempat ditabrak lari orang tak dikenal dengan luka di sekujur tubuh dan dicari preman berkali-kali,” tulis Sudiari dalam poin kedua surat laporannya ke Kapolri.

Di poin ketiga, Sudiari melaporkan pernyataan Kasubbag Humas Polres Buleleng Iptu Gede Sumarjaya, SH, di salah satu media lokal Bali tanggal 8 September 2020. “Memanggil Bawaslu adalah indikasi mengaburkan pelaporan eksploitasi anak saya yang diatur dalam UU No 35 Tahun 2014 untuk digiring ke ranah Pemilu, dimana sudah melenceng dari permasalahan,” beber Sudiari.

Surat itu, bukan hanya Sudiari yang membubui tandatangannya tetapi juga empat saksi yang juga membubui tandatangannya bahkan ada juga yang mencantumkan nomor handphone (HP)nya. Keempat saksi pembela kebenaran itu adalah Kadek Sukrawan, Ketut Adi Gunawan, Wayan Mangku Artana, dan Dewa Komang Edi Atawijaya.

Sebelumnya, Kasubbag Humas Polres Buleleng Iptu Gede Sumarjaya, SH, menyatakan bahwa pihaknya tidak berhak melarang keluarga korban melapor ke Kapolri. “Itu bukan kapasitas saya untuk menjawab tetapi itu hak seseorang untuk melakukan itu. Silahkan saja itu, hak dia melapor kemana saja. Kita tidak boleh melarang itu,” ucap Sumarjaya, Senin (7/9/2020).

Tag:

comments