Kasus Tendang Sesajen Tak Boleh Dihentikan, Fenomena Intoleransi yang Melebar ke Budaya
search

Kasus Tendang Sesajen Tak Boleh Dihentikan, Fenomena Intoleransi yang Melebar ke Budaya

Zona Barat
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Foto: Politeia.id

Politeia.id -- Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menyebut polisi tidak bisa menghentikan kasus penendang sesajen di area Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur lantaran hanya karena adanya permintaan seorang profesor atau siapa pun.

Hal itu disampaikan Petrus menyusul pernyataan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Al Makin meminta proses hukum terhadap HF, penendang sesajen di area Gunung Semeru, Lumajang, Jatim dihentikan.

Menurut Petrus, kasus itu termasuk kategori mengganggu kepentingan umum yang lebih besar. Dia menyinggung soal kewajiban negara melindungi budaya dan tradisi masyarakat, kearifan lokal, serta kepercayaan masyarakat adat terhadap leluhur yang dijamin oleh konstitusi.

"Penyidik tidak bisa menghentikan hanya karena seorang profesor atau siapa pun yang meminta penyidikan dihentikan," kata Petrus saat dihubungi, Minggu (16/1).

Petrus mengatakan, permintaan maaf dari pelaku hanya boleh digunakan sebagai alasan yang meringankan hukuman, bukan untuk menghentikan penyidikannya. "Apa yang dilakukan oleh pelaku adalah sebuah fenomena intoleransi yang melebar ke bidang budaya," kata Petrus.

Advokat Peradi asal NTT itu mengatakan selama ini intoleransi ditujukan kepada keyakinan agama, menjalar dan mengancam eksistensi budaya lokal yang tersebar di seluruh Indonesia.

Petrus juga meminta pelaku yang menginjak-injak sesajen harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebab, kata dia, kepentingan strategis nasional telah dilecehkan dan dilanggar.

"Pelaku intoleransi yang menginjak-injak sesajen harus dihukum berat sesuai dengan hukum," pungkas Petrus Salestinus.

Sebelumnya, Prof Al Makin meminta proses hukum terhadap HF, penendang sesajen di areal Gunung Semeru, Lumajang, Jatim dihentikan.

"Saya menyerukan agar segera proses hukum ini sebaiknya dihentikan dan sebaiknya kita maafkan," kata Prof Al Makin di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (14/1).

Dia pun membandingkan kasus yang menjerat HF dengan banyak pelanggaran lain yang lebih berat terkait dengan kaum minoritas, tetapi tidak masuk ke ranah hukum.

"Saya sendiri punya datanya yang lengkap, pelanggaran rumah ibadah, pelanggaran kepada minoritas, pembakaran, tidak semuanya masuk ranah hukum," ujarnya.

HF sendiri ditangkap oleh Tim Gabungan Polda Jatim dan Polda DIY pada Kamis (13/1) malam di Kabupaten Bantul.

HF ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 156 KUHP, tentang Permusuhan, Kebencian, atau Penghinaan terhadap Suatu atau Beberapa Golongan Rakyat Indonesia.

Tag:

comments