Marak Begal Sepeda di Era Pandemi
search

Marak Begal Sepeda di Era Pandemi

Zona Barat
Komunitas sepeda lipat Jakarta Selatan. Foto: Politeia.id/Dok. Selsel

Politeia.id--Kejahatan begal yang menyasar penggowes sepeda kian marak dalam beberapa pekan terakhir. Berdasarkan data Polda Metro Jaya, hingga Oktober 2020, ada 7 kejadian penjambretan ataupun pembegalan yang menyasar penggowes. Korbannya pun beragam, mulai dari warga biasa, artis hingga anggota TNI.

Artis yang dimaksud ialah Anjasmara. Pisenetron ini dibegal saat bersepeda di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, tepatnya di depan Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Karet Semanggi, Jakarta Selatan sekitar pukul 07.30 WIB.

Selain Anjasmara, korban begal sepeda lainnya ialah Kolonel Marinir Pangestu Widiatmoko. Ia hampir menjadi korban begal saat bersepeda di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat saat menuju kantornya di daerah Kwitang. Meski berhasil mempertahankan tasnya, Pangestu mengalami luka robek di pelipis kiri dan memar di kepala bagian belakang.

Adapun lokasi rawan penjambretan yang menyasar penggowes sepeda terjadi di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Di Jakarta Pusat, daerah rawan ialah Sudirman-Tahmrin, Medan Merdeka Barat dan kawasan Monumen Nasional (Monas). Sementara di wilayah Jakarta Selatan ada di kawasan Pondok Indah, Kebayoran Baru dan Cilandak.

Ketua Umum Seli Selatan Jakarta (Selsel), Ismail Mardjuki menilai maraknya begal yang mulai menyasar penggowes tak lepas dari situasi pandemi. Menurut dia, pandemi yang membuat orang kesulitan secara ekonomi mau tidak mau nekat melakukan kejahatan.

"Karena pandemi corona ini beberapa dari masyarakat yang kesulitan ekonmi dan nekat berbuat hal yang negatif tersebut," kata Ismail belum lama ini.

Ismail bersyukur anggotanya sejauh ini tidak menjadi korban pembegalan. Meski demikian, dia berharap agar kepolisian melakukan patroli ketat dan menghukum para pelaku untuk efek jera.

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa para penggowes menjadi sasaran pembegalan karena posisinya yang rentan. "Karena sasaran yang mudah, tidak mungkin pesepeda bisa mengejar cepat selayaknya kendaraan bermotor," kata dia.

Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Arthur Josias Simon Runturambi mengatakan kasus begal penggowes pada umumnya karena motif ekonomi. Namun demikian, maraknya kasus begal tak lepas dari gaya hidup di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, selain barang berharga, sepeda yang digunakan penggowes rata-rata berharga mahal.

"Situasi pandemi membuat yang tadi sepeda sesuatu olahraga biasa, nah kondisi ini membuat sepeda menjadi suatu yang kelihatan mewah. Kelihatan bisa jadi target buat pelaku kejahatan. Memang tidak semua sepeda mahal tapi yang beredar rata-rata mahal, aksesorisnya juga," ujar Josias.

Menurut Josias, aksi pelaku bisa dikategorikan dalam dua hal yaitu situasional dan kesempatan. Motif ekonomi menurutnya lebih cenderung pada situasional. Sementara motif non-ekonomi terjadi karena adanya kesempatan.

"Kalau motif ekonomi ya perencanaan memang ada, tapi yang utama itu bagaimana kesempatan ada. Kesempatan yang tercipta dimana pelaku juga lengah atau security awarnessnya (kesadaran keamanan) kurang, kemudian pelaku yang memang sudah melakukan penguntitan. Dan situasi, situasi ini yang mendukung," jelas dia.

Josias mengatakan kerentanan begal penggowes tidak hanya terjadi di lokasi sepi, tetapi juga di lokasi keramaian yang memungkinkan pelaku bisa meloloskan diri.

"Bisa juga karena rutinitas si pesepeda. Seringkali menggunakan rute itu pada jam yang sama, dan kemudian sudah dipelajari oleh si pelaku kejahatan. Kira-kira dimana momen yang pas untuk melakukan kejahatan," ujar Josias.

Menurut Josias, meski bersepeda menjadi kebutuhan di tengah pandemi ini, namun aspek keamanan dan keselamatan menjadi hal yang penting. Sebelum bersepeda, ada baiknya mengetahui rute-rute rawan kejahatan.

Gowes atau gowes bareng ini terlihat sebagai upaya sehat di situasi pandemi. Tapi intinya utnk mendapatkan kesehatan di kondisi pandemi ini perlu memperhatikan keamanan dan keselamatan," katanya.

Dia menambahkan, selain meningkatkan patroli kepolisian, keamanan penggowes juga terjadi karena adanya sinergisitas semua pihak. Menurut dia, meski begal sudah menjadi perhatian polisi, namun kerentanan itu masih ada di lokasi-lokasi yang luput dari perhatian polisi.

"Kalau saya tidak ditekankan pada pesepeda ya, karena polisi lebih pada kantibmas. Juga harus pada pihak-pihak pemerintah daerah, misalnya kecamatan, kota/kabupaten dan provinsi. Misalnya ada jalur sepeda, penunjuk sepeda. Dengan kondisi kayak gini lebih penting untuk diperhatikan dan harusnya diwujudkan," kata Josias.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan aksi pelaku karena motif ekonomi. Menurut Yusri, pelaku kerap mengincar barang-barang berharga milik korban

"Para pelaku mengincar benda berharga milik korban, bukan sepedanya," kata Yusri kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa (27/10).

Yusri mengatakan, penggowes jadi sasaran begal lantaran adanya kesempatan. Aksi pelaku juga kerap terjadi pada pagi atau malam hari, menyasar korban yang menggowes sepeda sendirian. Selain itu, korban dianggap lemah karena hampir tak bisa mengejar pelaku yang kabur dengan sepeda motor.

"Jangan bersepeda di waktu malam atau subuh. Jangan menunjukan barang berharga yang mudah dirampas. Membawa barang seperlunya. Dan kalau bisa, tidak sendiri, tetapi berkelompok," jelasnya.

Sejauh ini, Polda Metro Jaya telah membentuk Satuan Tugas Begal Bersepeda. Satgas begal ini dipercayakan kepada Direktorat Reserse Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Polda Metro Jaya. Yusri mengatakan, satgas begal ini dibagi ke tiap kepolisian resort (polres) di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Tugas satgas ialah melakukan patroli rutin dan memetakan wilayah rawan begal pesepeda di wilayah DKI Jakarta.

"Kapolda Metro Jaya (Jenderal Idham Azis) memberikan atensi untuk mengungkap kasus penjambretan pesepada," katanya.

 

Tag:

comments