Dua Mantan Politisi Demokrat Sindir Anies Baswedan Kadrun hingga Bodoh
search

Dua Mantan Politisi Demokrat Sindir Anies Baswedan Kadrun hingga Bodoh

Zona Barat
Para demonstran bentrok dengan aparat saat unjuk rasa/ Foto istimewa.

Politeia.id--Dua mantan politisi Partai Demokrat kompak menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyetujui keterlibatan anak-anak dalam aksi demonstrasi menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker). Politikus PDI Perjuangan, Ruhut Sitompul misalnya menyebut Anies sebagai gubernur kadrun dalam cuitannya melalui akun @ruhutsitompul, Senin (19/10).

Menurut mantan anggota Partai Demokrat tersebut keterlibatan anak-anak dalam aksi demonstrasi UU Ciptaker tidak bisa dibenarkan. Berbeda dengan pandangan Anies, Ruhut mengungkapkan keterlibatan demonstran anak-anak keterlaluan dan dapat merusak mental.

“Keterlibatan anak-anak SMP serta SD dalam demo menolak UU Cipta Kerja keterlaluan karena merusak mental anak-anak untuk melakukan yang tidak tahu apa yang mereka lakukan dengan anarkis,” kata Ruhut.

Ia menambahkan “Yang lebih rusak lagi pernyataan gubernur kadrun bisa menerima keterlibatan anak-anak, masih percaya kadrun?, ” katanya.

 

Kritikan terhadap Anies sebelumnya juga dilontarkan Ferdinand Hutahaean yang baru saja hengkang dari Partai Demokrat. Ferdinand menyebut Anies yang menyetujui keterlibatan demonstran anak-anak adalah kebodohan.

“Maaf Nies, jika ini benar anda bicara seperti ini, betapa bodohnya ternyata anda. Hanya nasibmu yang sedang bagus jadi Gubernur dan pernah jadi Menteri meski dipecat,” tulisnya di akun @FerdinandHaean3, yang diunggah pada 15 Oktober 2020 lalu.

Ferdinand lebih lanjut menjelaskan pelajar tidak mengetahui apa yang didemo karena hanya ikut-ikutan saja. "Kamu saja ga paham UU Ciptaker, apalagi anak-anak."

Cuitan Ferdinand ditanggapi Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar. Ia mengaku tersinggung dengan ungkapan bodoh dari Ferdinand yang dialamatkan terhadap Anies.

“Saya sangat tersinggung pernyataan Ferdinand sebut Anies bodoh. Kalau Anies bodoh berarti mayoritas penduduk DKI pilih Gub bodoh,” tulisnya di akun Twitternya.

Ia bahkan meminta Ferdinand mesti berkaca terlebih dahulu sebelum menuding orang lain. Ia menyebut Anies sebagai alumni UGM, meraih gelar master, Ph.D di AS, juga sebagai rektor termuda.

“Coba bercermin, anda siapa, sekolah dimana, karir apa,” bebernya.

Sebelumnya Anies mengungkapkan dirinya tidak mempersoalkan tentang banyaknya pelajar yang terlibat demonstrasi. Anies menjelaskan anak atau pelajar yang peduli dengan permasalahan bangsa adalah  hal yang bagus.

"Anak-anak justru dirangsang. Kalau ada anak yang peduli soal bangsanya bagus dong. Kalau tidak peduli bangsanya yang repot," kata Anies, Rabu 14 Oktober 2020.

Ia menambahkan rasa kepedulian bangsa dari pelajar harus diarahkan dengan baik melalui pendidikan dan pengajaran dari guru dan orang tua agar tak salah arah. Selain itu nantinya para pelajar yang peduli terhadap masalah bangsa malah berbuat salah harus dikoreksi.

"Kalau ada langkah yang dikerjakannya salah, ya dikoreksi. Prinsip dengan educational nanti sekolahnya yang memberikan tugas," jelasnya.

Sebagian Besar Demonstran yang Ditangkap adalah Anak-Anak

Polisi menangkap sejumlah anak-anak yang ditemukan terlibat dalam demonstrasi UU Ciptaker pada Selasa 13 Oktober 2020. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengaku pihaknyanya  menangkap 1.377 orang demonstran.

"Dari 1.377 ini dievaluasi 75-80 persen adalah anak-anak sekolah. Bahkan ada 5 anak SD yang umurnya sekitar 10 tahun," kata dia, Rabu (14/10).

Yusri merinci demonstran yang diamankan tersebut yakni 900 pelajar, sisanya  mahasiswa dan pengangguran. Yusri menyebut anak-anak tersebut mengaku diundang dan diajak melakukan kerusuhan.

Menanggapi sejumlah anak-anak yang ditahan oleh pihak kepolisian, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan penahanan anak yang terlibat bentrok dalam aksi demonstrasi merupakan upaya terkahir.

"Anak-anak yang berada dalam pengamanan petugas dan atau dilanjutkan proses hukumnya, maka harus diupayakan bahwa penahanan anak harus menjadi pilihan terakhir. Pengembalian anak yang terlibat demonstrasi kepada orang tua untuk dibina menjadi upaya prioritas," kata ketua KPAI, Susanto, Kamis (15/10).

Menurutnya penanganan anak yang berhadapan dengan hukum harus sesuai dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 jo UU 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Ia menambahkan diversi diutamakan bila harus diproses secara hukum dengan memastikan koordinasikan dengan BAPAS, LPKS, dan Peksos untuk sarana yang lebih memadai bila harus menjalani proses hukum. Selain itu aparat penegak hukum memastikan jika ditemukan orang dewasa yang terindikasi mengeksploitasi anak harus diproses secara hukum.

Hal tersebut sebagai langkah penting untuk menjawab dugaan eksploitasi terhadap anak-anak yang terlibat dalam demonstrasi. "Orang tua dan masyarakat juga harus melaporkan kepada pihak berwenang dan unit layanan terdekat bila ditemukan eksploitasi terhadap anak dalam demonstrasi."

Tag:

comments