Kemenkeu Rilis Prosedur Baru Permohonan Persetujuan Penerimaan Kredit Luar Negeri
search

Kemenkeu Rilis Prosedur Baru Permohonan Persetujuan Penerimaan Kredit Luar Negeri

Zona Barat
Kementerian Keuangan melakukan monitoring agregat pembiayaan dari luar negeri, termasuk pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara melalui mekanisme persetujuan penerimaan kredit luar negeri. (Foto: Humas Kemenkeu)

Politeia.id -- Kementerian Keuangan melakukan monitoring agregat pembiayaan dari luar negeri, termasuk pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara melalui mekanisme persetujuan penerimaan kredit luar negeri. Sehingga pembiayaan, khususnya yang bersumber dari luar negeri, dapat dikelola secara hati-hati.

Dengan mempertimbangkan peran penting persetujuan penerimaan kredit luar negeri, maka tugas dan fungsi Tim Pinjaman Komersial Luar Negeri saat ini dilaksanakan oleh Kemenkeu dengan mengacu pada Keppres 59/1972.

"Dalam rangka memberikan pedoman dalam proses persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri, maka Kemenkeu bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Bank Indonesia (BI) telah menyusun prosedur masa transisi," ujar Humas Kemenkeu Rahayu Puspasari dalam keterangan tertulis, Kamis, (8/10). Di samping itu pula, sedang dilakukan revisi Keppres 59/1972 dengan target implementasi awal tahun 2021.

Berkenaan dengan mekanisme persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri masa transisi, perlu dicermati ketentuan yaitu BUMN dimungkinkan untuk mendapatkan pinjaman luar negeri, namun Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak bisa.

Selanjutnya, perusahaan pelat merah wajib mendapatkan persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri terlebih dahulu sebelum merealisasikan pencairan pinjaman luar negeri.

Adapun mekanisme persetujuan utang luar negeri bank, termasuk bank BUMN, tetap mengacu pada peraturan yang berlaku yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 21/1/PBI/2019 tanggal 7 Januari 2019 tentang Utang Luar Negeri (ULN) Bank dan Kewajiban Bank Lainnya dalam Valuta Asing. Terakhir, swasta tidak wajib mendapatkan persetujuan atas penerimaan kredit luar negeri.

Untuk saat ini, permohonan persetujuan serta pelaporan penerimaan Kredit Luar Negeri tetap mengikuti peraturan yang berlaku. Prosedur permohonan persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri antara lain sebagai berikut.

1. Pemohon mengajukan surat permohonan persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri kepada Menteri Keuangan dengan tembusan surat kepada Kepala Bappenas, Gubernur BI dan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR).

2.Berdasarkan tembusan yang diterima, DJPPR memeriksa kelengkapan dokumen surat permohonan penerimaan Kredit Luar Negeri. Surat permohonan penerimaan Kredit Luar Negeri disampaikan dengan dokumen pendukung yang paling sedikit terdiri dari draf final perjanjian kredit; peruntukan pinjaman/obligasi, manfaat ekonomi dan manfaat finansial bagi perusahaan; syarat dan ketentuan, serta jadwal dari pencairan pinjaman, pembayaran pokok, dan bunga/kupon.

Selain itu juga Laporan Keuangan/Ringkasan Laporan Keuangan 3 tahun terakhir; proyeksi arus kas dan Laporan Keuangan Proyek/Perusahaan selama masa pinjaman/obligasi; serta Laporan Mitigasi Risiko atau Narasi Mitigasi Risiko atas perubahan nilai tukar, suku bunga, risiko operasional, risiko finansial selama masa proyek/masa pinjaman serta mitigasi atas risiko keterlambatan proyek,

3. Setelah menerima disposisi oleh Menkeu, DJPPR menindaklanjuti dengan:
a. Apabila berkas permohonan tidak lengkap, Dirjen PPR akan mengirim surat kepada Pemohon yang menyatakan dokumen tidak lengkap dan meminta Pemohon untuk melengkapi dokumen pendukung serta menyampaikan kembali permohonan persetujuan Penerimaan Kredit Luar Negeri. Surat ini ditembuskan juga kepada Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan – Bappenas dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial – BI,

b. Apabila berkas permohonan lengkap, Dirjen PPR akan mengirimkan surat kepada pemohon bahwa surat tersebut menyatakan dokumen telah lengkap dan proses penyusunan rekomendasi persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri dapat dimulai, dengan ditembuskan kepada Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan – Bappenas dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial – BI.

Selain itu, surat juga dikirim kepada Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan – Bappenas dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial – BI untuk menyampaikan bahwa pernyataan bahwa dokumen telah lengkap. Di samping itu surat dikirim untuk mengajukan permohonan pendapat Kepala Bappenas dan Gubernur BI dengan batas waktu penyampaian pendapat paling lambat 13 hari kerja sejak surat Dirjen PPR ditetapkan. Surat ini ditembuskan pula kepada Menkeu, Kepala Bappenas dan Gubernur BI.

4. Selanjutnya, DJPPR melakukan analisis dan evaluasi untuk memastikan bahwa penerimaan Kredit Luar Negeri yang masuk ke Indonesia tidak memiliki risiko/dampak fiskal terkait risiko dari sisi Industri, Mikro, dan Makro Ekonomi Pemohon Persetujuan Penerimaan Kredit Luar Negeri yang mencakup mapping, penentuan besaran dan alternatif mitigasi (pengelolaan) risiko serta memastikan risiko default menjadi tanggung jawab pemohon dan melakukan agregasi pendapat Bappenas dan BI.

5. Setelah Dirjen PPR menerima tembusan surat dari Kepala Bappenas dan Gubernur BI mengenai penyampaian pendapat permohonan penerimaan Kredit Luar Negeri atau menerima disposisi dari Menkeu, DJPPR menganalisis risiko, melakukan agregasi antara hasil analisis risiko dengan pendapat Bappenas dan BI.

DJPPR kemudian mengajukan sejumlah hal kepada Menkeu, antara lain Nota Dinas Dirjen PPR mengenai rekomendasi permohonan penerimaan Kredit Luar Negeri, dan Surat Persetujuan Menkeu atas permohonan penerimaan Kredit Luar Negeri dengan tembusan kepada Kepala Bappenas dan Gubernur BI.

6. Apabila Menkeu tidak menyetujui, konsep surat persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri dikembalikan kepada Dirjen PPR. Selanjutnya, Dirjen PPR menginformasikan kepada pemohon mengenai penolakan permohonan penerimaan Kredit Luar Negeri dengan tembusan kepada Menkeu, Kepala Bappenas dan Gubernur BI.

Selanjutnya, kewajiban pelaporan realisasi ULN kepada BI bagi pihak yang telah mendapatkan persetujuan penerimaan Kredit Luar Negeri dan perusahaan swasta, tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 21/2/PBI/2019 tanggal 9 Januari 2019 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa, dan peraturan pelaksanaannya.

Tag:

comments