Oknum Penegak Hukum di Ende Diduga Lakukan Tebang Pilih dalam Penanganan Korupsi: Budaya "ATM" dan Promosi Jabatan yang Aneh
Politeia.id - Fenomena memprihatinkan terjadi di Ende, Flores, NTT, di mana oknum penyidik dari Kepolisian dan Kejaksaan diduga melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator TPDI & Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus.
Petrus mengungkapkan bahwa model tebang pilih ini sudah menjadi tren dan sangat populer di Ende selama 15 tahun terakhir.
Mirisnya, beberapa kasus korupsi bahkan berulang tahun dan diwariskan dari satu Kapolres atau Kajari ke penerusnya tanpa ada penyelesaian yang jelas.
"Terjadi kolaborasi antara penjahat dan penguasa dari atas sampai ke bawah," tegas Petrus.
Ia menduga oknum penyidik melakukan kolaborasi dengan pelaku korupsi dan pejabat untuk meloloskan pelaku sesungguhnya atau mendapatkan keuntungan pribadi. Budaya "ATM" ini sudah menjadi sistem dan sumber penghasilan sampingan bagi oknum penyidik.
Kasus Korupsi Mangkrak dan Promosi Jabatan yang Aneh
Petrus mencontohkan beberapa kasus korupsi yang mangkrak di Ende, seperti kasus PDAM Ende yang melibatkan separuh anggota DPRD Ende sejak 2008 dan kasus korupsi proyek Bencana Banjir dan Tanah Longsor TA 2016.
Ironisnya, meski minim prestasi dalam penegakan hukum, terutama dalam penindakan Tindak Pidana Korupsi, oknum Kapolres dan Kajari di Ende justru mendapatkan promosi jabatan ke daerah lain.
"Anehnya, meskipun Kapolres atau Kajari nol prestasi dalam penegakan hukum terutama dalam penindakan Tindak Pidana Korupsi, namun mereka selalu dipromosikan pada jabatan lain yang lebih tinggi," ungkap Petrus.
Ia mempertanyakan parameter prestasi Kapolres atau Kajari di NTT, dan menduga budaya "setoran" menjadi salah satu pertimbangannya.
Kasus CV Bintang Pratama dan Yohanes Kaki: Tebang Pilih dan Diskriminasi?
Petrus menyinggung kasus korupsi proyek Bencana Banjir dan Tanah Longsor TA 2016 yang melibatkan CV Maju Bersama dan CV Bintang Pratama.
Ia mempertanyakan mengapa CV Bintang Pratama dan Yohanes Kaki, Direktur CV Bintang Pratama, belum terseret dalam proses hukum, padahal ada bukti kuat dan Laporan Hasil Audit Inspektorat Utama BNPB yang menunjukkan adanya pelanggaran hukum dan kerugian negara.
"Ada tanda tanya besar di kalangan masyarakat NTT, mengapa Polres Ende bergeming, tidak pernah membuka sebuah penyidikan terhadap Sdr. Yohanes Kaki, Direktur CV. Bintang Pratama sebagai penanggung jawab dan CV. Bintang Pratama sebagai korporasi yang secara hukum juga harus ikut dimintai pertanggungjawaban pidana. Ini ada apa dan siapa di belakangnya?" tanya Petrus.
Ia menduga lambatnya penanganan kasus ini karena tebang pilih dan intervensi dari kekuasaan eksekutif dan legislatif, mengingat Yohanes Kaki adalah Caleg DPRD Ende terpilih.
"Sehingga daya juang untuk menyelamatkan posisinya dipastikan dilipatgandakan demi sukses dilantik jadi anggota DPRD dan kasus dugaan korupsi dikubur namun argo ATM-nya jalan terus," katanya.
comments