Advokat Perekat Nusantara Laporkan Ketua MK ke Dewan Etik Hakim Konstitusi
Politeia.id - Gerakan advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ke Ketua Dewan Etik Hakim Konstitusi pada Rabu (18/10).
Anwar Usman dilaporkan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi ihwal putusan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Mereka berpendapat bahwa terdapat cacat hukum dalam proses persidangan dan hasil putusan Mahkamah Konstitusi. Anwar Usman dalam laporan ini diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Hakim Konstitusi dan melanggar ketentuan Pasal 17 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
"Dalam undang-undang tersebut, Hakim Konstitusi tunduk pada regulasi tersebut dan diwajibkan mematuhi asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman sesuai UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman," kata Koordiantor Perekat Nusantara, Petrus Selestinus dalam keterangannya, Rabu (18/10).
Selain dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, pelapor juga menduga bahwa Hakim Terlapor melanggar sumpah jabatan hakim konstitusi. Mereka menekankan pentingnya mengkaji kembali hubungan antara Ketua MK dan Presiden Republik Indonesia serta bagaimana hal ini dapat memengaruhi integritas putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara-perkara seperti uji materi Pasal 169 UU Pemilu.
MK sebelumnya telah memutuskan hasil uji materiil terhadap Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Uji materiil tersebut diajukan oleh beberapa pihak, termasuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, beberapa Kepala Daerah, Almas Tsaqibbiru Re A, Arkaan Wahyu Re A, dan Melisa Mylitiachristi Tarandung.
Dari tujuh permohonan yang didugat, MK mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A asal Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa). Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Adapun alasan yang dikemukakan oleh para pelapor adalah terkait dengan hubungan keluarga sedarah atau semenda yang ada antara Ketua Mahkamah Konstitusi dan Presiden Republik Indonesia.
Mereka mengutip khususnya hubungan keluarga sedarah atau semenda yang ada antara Hakim Terlapor dan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang juga disebut sebagai iparnya.
Selain itu, mereka menyoroti hubungan Hakim Terlapor dengan Gibran Rakabuming Raka dan Bobi Nasution, yang merupakan putra dan menantu dari Presiden Jokowi dan memegang jabatan penting.
Mereka menduga bahwa hubungan ini berpotensi menciptakan konflik kepentingan yang mengganggu integritas putusan Mahkamah Konstitusi.
Para pelapor juga mengklaim bahwa mereka telah mengajukan somasi kepada Ketua Mahkamah Konstitusi dan delapan anggota hakim konstitusi lainnya yang memeriksa dan mengadili perkara uji materiil tersebut.
Namun, somasi dari Perekat Nusantara tidak direspon atau dibahas dalam persidangan yang berlangsung pada 16 Oktober 2023.
comments