Cita-cita Proklamasi dan Generasi Milenial

Politea.id-Dirgahayu HUT NKRI-78, bangga atas bangsa dan NKRI tercinta. Syukur kepada Allah pemberi anugerah kemerdekaan dan tanah air Indonesia, terimakasih kepada segenap para pahlawan bangsa, para pemimpin dan abdi negara hingga hari ini.
Dalam semangat cinta tanah air dan kebanggaan kepada NKRI yang berumur 78 tahun itu, saya sebagai generasi muda bangsa dan sedang mencalonkan diri menjadi wakil rakyat di tingkat pusat, ingin mencatat beberapa hal yang menjadi poin permenungan. Pertanyaan refleksinya yaitu Seperti apa cita-cita Proklamasi NKRI bergema dalam jiwa raga generasi Milenial ?
Merefleksi dari Pengalaman Pribadi
Saya berasal dari pulau Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mengenal NKRI dan kekayaan bangsa serta tanah air ini adalah sebuah kebanggaan. Hal itu saya dapat dari bangku sekolah, meskipun dalam berbagai keterbatasan situasi, sarana dan prasarana di Atakowa, Leragere, Lebatukan, Lembata tercinta sekitar dua puluh tahun lalu. Peran para guru di sekolah menjadi sumber pengetahuan dan pengalaman tentang bangsa dan NKRI tercinta. Lagu kebangsaan, Pancasila, bendera merah putih, bahasa Indonesia, keanekaragaman suku bangsa dan agama, juga dinamika sejarah bangsa, semuanya didapat dari pelajaran di SD - SMA.
Ketika meninggalkan kampung halaman, merantau untuk mencari segudang pengetahuan study dan karya di tanah Jawa, saya semakin mendapat pengetahuan dan pengalaman tentang fakta perjalanan bangsa Indonesia dan NKRI tercinta. Luasnya wilayah tanah air NKRI, ternyata memiliki pengalaman berbeda-beda dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, termasuk pembangunan yang dilaksanakan. di kampung, desa, kota, kota metropolitan memang berbeda-beda. Nasib rakyat pun terus berubah dalam derap pembangunan bangsa dan estafet kepemimpinan.
Hari ini, ketika merayakan HUT NKRI 78, ada perhatian khusus yang terusik dalam pikiran saya. Khusus tentang makna dan cita-cita Proklamasi NKRI bagi generasi muda negeri ini, dalam derasnya arus zaman milenial. Ada dua hal yang menjadi dasar kecemasan tentang makna Proklamasi NKRI bagi generasi muda. Pertama, soal keadaan kemiskinan keluarga, rahim generasi muda, khususnya sejak maraknya pengangguran dan pandemi covid-19. Saat yang sama, banjir pengaruh teknologi informasi merobek semua sekat pembatas dan sangat menguasai generasi muda.
Kesan saya, generasi muda terbawa arus deras teknologi informasi, dan orangtua di dalam keluarga tak mampu membendungnya. Apalagi kapasitas orangtua bervariasi dan ekonomi keluarga sedang sulit, baik di kota maupun di desa dan kampung pelosok.
Hal kedua yang menjadi dasar kecemasan adalah soal sistem dan kurikulum nasional yang sering berubah. Selain menyulitkan guru dan membebani biaya bagi orangtua, ada soal isi kurikulum yang berkenaan dengan pengenalan, pengetahuan dan pemahaman terhadap bangsa dan NKRI tercinta.
Ditenggarai, dari hasil survey dan penelitian, ada banyak generasi muda tidak tahu teks Pancasila dan Proklamasi, bahasa Indonesia, sejarah NKRI dan lagu kebangsaan. Apalagi tentang cita-cita Proklamasi. Maka, seperti apa patriotismenya, juga rasa terima kasih dan syukur atas bangsa dan NKRI tercinta? Lebih banyak mereka yang hafal nama robot dalam game online, bintang sepakbola dunia dan film kartun asing. Bahkan banyak yang terpapar paham radikalisme dan aneka ideologi dunia maya.
Ancaman Nyata untuk NKRI
Mengikuti fenomena dan fakta yang dihadapi bangsa dan NKRI tercinta, sebagai generasi muda - yang sedang berjuang untuk mewakili aspirasi warga pada DPR RI, saya mencatat dari refleksi, ada beberapa potensi ancaman, khususnya bagi generasi milenial.
Pertama, soal derasnya pengaruh teknologi informasi digital. Dengan adanya sarana canggih teknologi informasi, maka setiap ruang kehidupan individu terus dipengaruhi. Kemajuan teknologi setiap hari berkembang pesat, berbanding terbalik dengan kemampuan mengenal, menggunakan dan mencerna informasi oleh manusia. Apalagi oleh kita bangsa Indonesia dengan keragaman kapasitas, terkhusus generasi muda milenial. Saya teringat satu pendapat, bahwa untuk merusak dan menghilangkan satu bangsa adalah dengan menghancurkan budayanya dan generasi muda pewarisnya. Inilah ancaman serius, menurut saya, bagi generasi muda milenial dan juga NKRI tercinta.
Kedua, soal maraknya budaya korupsi dan kejahatan transnasional yang melanda negeri ini. Hal ini didukung oleh lemahnya penegakkan hukum bagi eksistensi dan kelanjutan NKRI tercinta.
Ada hubungan erat antar para pejabat penyelenggaraan negara dengan partai politik, masyarakat sipil, pemodal dan rakyat. Kemampuan dan kewenangan rakyat sangat terbatas dan sungguh dipengaruhi oleh tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonominya. Partai politik pun banyak jumlahnya, yang sudah lama dan yang baru, dengan visi misi masing-masing, serta kiprahnya diruang legislatif dan eksekutif serta yudikatif. Ada korelasi dengan para pemodal serta jaringan internasional, maka kebijakan yang dihasilkan pun masih bervariatif. Berapa banyak yang pro rakyat dibanding yang pro pemodal.
Dalam perjalanan bangsa dan NKRI sekitar 25 tahun terakhir, jelas terlihat pengaruh teknologi informasi sangat besar, dan ancaman pihak asing sungguh menggerogoti langkah pembangunan NKRI. Kita tak bisa menutup diri dari pengaruh bangsa lain, bahkan ada indikasi upaya memecah belah NKRI, demi merampok kekayaan sumber daya alam negeri ini.
Sebuah Upaya Partisipasi Aktif
Menelisik keadaan bangsa dan NKRI yang demikian, sebagai generasi muda saya membuat keputusan untuk ikut berjuang menjadi wakil rakyat melalui Partai Solidaritas Nasional - PSI. Bagi saya, PSI adalah wadah politik yang sesuai dengan suara hati nurani saya, maka saya bergabung. Saya melihat sejumlah kader generasi muda yang memiliki harapan dan semangat patriotik untuk berperan aktif mewujudkan cita-cita Proklamasi NKRI mesti diperjuangkan. Lebih dari itu, saya percaya bahwa dengan suasana keterbukaan yang menjadi dampak positif teknologi informasi, bisa dilakukan dialog serta pembelajaran bersama dengan segenap pihak rakyat NKRI, untuk semakin mengetahui, memahami dan mencintai bangsa negara sendiri.
Dalam perjalanan sosialisasi diri sebagai caleg di dapil NTT 1 yang terdiri dari sepuluh (10) Kabupaten yakni Manggarai Barat, Manggarai Raya, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata dan Alor, saya kagum atas peran dan kerja yang sudah dilakukan sejumlah tokoh politik senior. Maka, ada harapan bahwa sudah saatnya perlu tampil generasi muda sebagai warisan untuk belajar sambil berkarya di bidang politik; baik tingkat daerah maupun Nasional.
Masalah ekonomi, kesehatan dan pendidikan adalah problem kronis secara nasional, khususnya di wilayah NTT. Kasus trafficing - TPPO di NTT, menurut saya, adalah fakta indikator tentang masalah ekonomi, kesehatan dan pendidikan yang terus mendesak di wilayah propinsi NTT. Inilah yang menjadi fokus perjuangan sebagai generasi muda, termasuk mencalonkan diri sebagai legislatif di tingkat Nasional melalui Partai Solidaritas Indonesia.
Harapan saya, jika dipercaya dan dipilih masyarakat, maka sebagai generasi muda, saya bisa berpartisipasi lebih aktif untuk menemukan solusi kebijakan aturan dan anggaran, baik di tingkat nasional maupun untuk di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT].
Akhirnya, persoalan generasi milenial dan generasi muda pada umumnya, dalam mengetahui dan memahami cita-cita Proklamasi NKRI, adalah sebuah keprihatinan serius dan juga bagian ancaman bagi bangsa dan NKRI tercinta. Dalam semangat syukur dan terimakasih pada HUT Proklamasi NKRI 78, topik ini semoga menjadi bahan diskusi dan perhatian bersama kita semua.
Merdeka.
Hidup NKRI.
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Jayalah bangsa Indonesia tercinta.
*Martinus Laba Uung, Caleg DPR RI No.1, Dapil NTT 1 [Manggarai Barat, Manggarai Raya, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata dan Alor] Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
comments