Proyek Menara Lonceng di Maumere, Antara Janji dan Gangguan Kepribadian
search

Proyek Menara Lonceng di Maumere, Antara Janji dan Gangguan Kepribadian

Zona Barat
Ketua Kongres Rakyat Flores, Petrus Selestinus. Foto: Politeia.id/MM

Politeia.id-Bupati Sikka Roby Idong, dipastikan punya mimpi besar untuk memiliki menara Lonceng di Maumere. Namun, mimpi itu hanyalah mimpi basah, karena janji dan ketetapan hati membangun menara lonceng Santo Yohanes Paulus  II di Gelora Samador Da Chunha, Kelurahan Madawat, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka telah dikhianati sendiri.

Publik tentu berpandangan bahwa orang yang dengan mudah ingkar janji secara terus menerus tanpa merasa bersalah sebagaimana terjadi pada diri Bupati Sikka Roby Idong. Maka orang itu bisa saja seseorang yang sedang menghadapi psikopat atau gangguan kepribadian akut.

Mengapa? Karena dalam kasus menara Lonceng Santo Yohanes Paulus II, Roby Idong begitu mudah memberikan janji kepada masyarakat dan umat Katolik Sikka di hadapan uskup Maumere, anggota DPRD dan lain-lain untuk membangun menara lonceng berkedok groundbreaking, tetapi dengan mudah pula janji itu diingkari tanpa merasa bersalah dan malu.

Apa yang terjadi dengan perilaku Roby Idong ini tergolong orang yang sedang mengalami gangguan kepribadian anti sosial. Mirip sekali dengan lirik lagu dangdut Rhoma Irama yaitu "kau yang mulai kau yang mengakhiri, kau yang berjanji kau yang mengingkari, yang dilakukan tanpa beban, tanpa merasa bersalah apalagi meminta maaf.

Dustai Umat dan Gereja Katolik

Dalam kasus ingkar janji Roby Idong untuk kesekian kali berbohong terhadap uskup dan umat serta warga se-Kabupaten Sikka soal Menara lonceng, orang lalu bertanya-tanya apakah Bupati Sikka Roby Idong tengah mengidap psikopat atau tengah berkepribadian anti sosial. Karena sering kali berdusta, tidak punya empati bahkan temperamen dan lain-lain tanpa merasa bersalah.

Faktanya pembangunan proyek menara lonceng Santo Yohanes Paulus II, sudah mangkrak setahun, namun tidak ada pertanggungjawaban. Ini membuktikan bahwa Roby Idong sedang bermain judi dengan proyek menara lonceng. Karena groundbreaking dilakukan tanpa dana tapi mengundang uskup Maumere dan tokoh gereja lainnya hadir untuk melegitimasi dusta yang dipamer Roby Idong saat groundbreaking pada 2 Februari 2022.

Padahal untuk kepentingan pendidikan politik yang baik, mestinya Robi Idong mempertanggungjawabkan mangkraknya menara lonceng, tanpa seruan moral Uskup Maumere agar Roby Idong segera mempertanggungjawabkan mangkraknya pembangunan menara lonceng yang sudah berjalan 1 tahun itu. Di sini, Gereja dan tokoh tokohnya dieksploitasi dan dipolitisasi Roby Idong demi ambisinya itu. 

Robi Idong Mencemari Sejarah

Lokasi pembangunan menara lonceng Santo Yohanes Paulus II di Gelora Samador Da Chunha yang sedang mangkrak itu, memiliki latarbelakang sejarah dan bernilai religius yang tinggi. Beberapa peristiwa besar pernah terjadi dimana Gereja Katolik menyelenggarakan Perayaan Nasional Tahun Maria pada 1988, dan Paus Yohanes Paulus ll pernah membuat misa di Gelora Samador saat berkunjung di Sikka tahun 1989.

Dari dasar pertimbangan historis tersebut, mestinya Roby Idong konsisten dengan komitmennya, tidak gampang ingkar janji atas suatu komitmen dari pemerintah. Namun komitmen itu dicemari oleh Roby Idong dengan perilaku psikopatnya, tidak mendapat dukungan publik Sikka, apalagi membebankan biaya pembangunan menara lonceng Santo Yohanes Paulus II pada masyarakat Sikka.

Apa yang dilakukan oleh Roby Idong adalah sebuah proses penghancuran Sikka secara sistemik dan itu hanya bisa dihentikan dengan cara menghentikan ambisi Roby Idong untuk masuk pada kontestasi pilkada periode berikutnya yaitu dengan cara jangan memilih dia atau PDIP tidak mengusungnya lagi untuk kedua kalinya.

 

Opini oleh Petrus Selestinus, Koordiantor TPDI & Advokat Perekat Nusantara

Tag:

comments