PSI Dinilai Tak Perlu Minta Maaf ke Megawati Dukung Ganjar Jadi Capres
Politeia.id-Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie dinilai tidak perlu bahkan tidak harus meminta maaf kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, hanya karena telah mendeklarasikan Ganjar Pranowo (GP), sebagai bakal calon presiden (capres) 2024.
Alasannya, karena di dalam AD/ART PDIP, UU Parpol maupun UU Pemilu tidak melarang sebuah partai politik (parpol) mencalonkan seseorang sebagai bacapres dari kader parpol atau dari seseorang warga negara yang bukan kader parpol bahkan dibukakan pintu untuk berkoalisi.
"Pendeklarasian GP, kader PDIP sebagai bacapres 2024 oleh PSI sah sah saja, karena hal itu merupakan bagian dari proses pendidikan politik, membangun sikap kritis masyarakat dan untuk menyadarkan setiap warga negara akan hak dan kewajiban politiknya yang oleh UU dibebankan menjadi tugas partai politik," ujar Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, Sabtu (14/1).
Menurut Petrus, harus diingat bahwa UUD 1945 mensyaratkan seorang capres/cawapres haruslah seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganengaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wapres.
Dengan demikian, kata Petrus, meskipun Ganjar Pranowo adalah kader PDIP, namun kekaderan di PDIP bukanlah menjadi syarat capres. Selain itu, tidak menghapus hak Ganjar untuk menjadi bacapres pada parpol lain
"Dan karena itu tidak menjadi halangan bagi GP atau bagi partai p-olitik lain di luar PDIP untuk menbacapreskan GP, sebagaimana telah dilakukan oleh PSI atau PAN dalam Pilpres 2024," tegasnya.
Petrus mengatakan, di dalam UUD 45, UU Partai Politik dan UU Pemilu, mensyaratkan seorang capres haruslah seorang warga negara yang secara konstitusional diberi hak untuk memilih dan dipilih, tanpa mempersoalkan dari mana asal usul parpolnya, yang penting memenuhi syarat calon dan syarat pencalonan.
Dia mengatakan, Ganjar pada saat ini berada dalam posisi memenuhi syarat untuk menjadi capres. Antara lain karena Gubernur Jawa Tengah itu merupakan warga negara Indonesia, berpendidikan tinggi, berkelakuan baik, sehat jasmani dan rohani.
Ganjar juga disebutnya tidak pernah terlibat dalam tindak pidana apapun dan tidak pernah melalukan perbuatan tercela, ditambah berpengalaman dalam pemerintahan di legislatif dan di eksekutif dan lain-lain.
"Sebaliknya kalau ada partai politik yang melarang kadernya dicalonkan oleh partai politik lain, maka hal itu merupakan pelanggaran terhadap hukum dan HAM bahkan sebagai proses pembodohan dalam demokrasi. Parpol bukanlah perusahaan milik satu orang dan kader parpol bukan barang hasil produksi milik perusahaan untuk diklaim sebagai milik perusahaan," tegas Petrus.
Kekeliruan Megawati dan Grace Natalie
Menurut Petrus, pidato politik Megawati di peringatan HUT ke-50 PDIP yang menyindir partai lain seolah-olah mendompleng kadernya untuk dijadikan capres sebagai contoh pendidikan politik yang buruk. Hal tersebut, kata Petrus sangatlah keliru dan mundur dalam berdemokrasi.
Begitupula dengan Grace Natalie lantaran menyampaikan permohonan maaf.
"Sikap PDIP jelas mengekang kadernya untuk tidak keluar dari PDIP apalagi kalau dicalonkan oleh Parpol lain. Ini jelas melanggar HAM dan bertentangan dengan peran dan fungsi partai politik yang digariskan dalam UU Parpol dan UU Pemilu," jelas Petrus.
Petrus menambahkan, UU Partai Politik menyatakan partai politik hanya sebagai salah satu sarana demokrasi dan sarana menyalurkan kehendak rakyat. Dengan demikian parpol bukan perusahan milik pribadi dan para kader parpol bukanlah barang hasil produksi milik pribadi dari yang merasa diri sebagai pemilik perusahan.
"Sikap Ibu Megawati dan Grace Natalie dapat melukai hati rakyat, karena sikap PSI membacapreskan GP sebagai kader PDIP, justru membanggakan seluruh pendukung dan simpatisan GP dan mayoritas anggota PDIP, sebagai sukses PDIP daam kaderisasi. Karena itu, baik Ibu Megawati maupun Grace Natalie jangan bersikap paradoks dan mengkerdilkan simpati rakyat," pungkas Petrus Selestinus.
comments