TPDI: Jaksa Punya Kewajiban Panggil Bupati Robi Idong Soal Korupsi Dana BTT BPBD Sikka
Politeia.id-Koordinator TDPI Petrus Selestinus mengatakan jaksa mempunyai kewajiban untuk memanggil Bupati Sikka, Robi Idong untuk diperiksa sebagai saksi korban atas nama Pemda Sikka. Hal itu terkait penyegelan Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu.
Menurut Petrus, Pasal 160 KUHAP mengatakan bahwa saksi yang dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan nama yabg dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat Penuntut Umum, Terdakwa atau Penasehat Hukum dan yang pertama-tama di dengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi.
"Dalam setiap peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi di setiap kabupaten/kota, maka yang menjadi korban korupsi adalah pemerintah daerah. Karena itu, penyidik wajib memanggil seorang bupati atau wali kota, sebagai saksi korban karena jabatannya selaku pengelola keuangan daerah apalagi kalau bupati/wali kota-nya sebagai pelaku," kata Petrus dalam keterangannya, Senin (1/8).
Menurut Petrus, dalam kasus dugaan korupsi Dana BTT BPBD Sikka TA 2021, orang pertama yang harus diperiksa itu adalah Robi Idong. Alasannya, kata dia, terdapat beberapa kuitansi penerimaan uang recehan yang tertera atas nama dan untuk kebutuhan Robi Idong, Bupati Sikka dalam kunjungan kerja pencitraan ke desa dan kampung.
Kajari Sikka Abai Tanggung Jawab
Petrus mengatakan, kedudukan Kajari Sikka merupakan pimpinan Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan kewenangan lain menurut undang- undang, dilaksanakan secara merdeka, serta mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan di daerah hukumnya.
Dengan kedudukan yang demikian, maka seorang Kajari memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan berkuasa penuh sebagai seorang Jaksa Agung kecil di kabupaten di dalam daerah hukumnya. Lebih lagi karena Kejaksaan menurut undang-undang satu dan tidak terpisahkan. Untuk itu, tidak beralasan hukum jika penyidik tidak memanggil Robi Idong untuk diperiksa.
"Sudah banyak koruptor pejabat daerah Sikka, dikerangkeng masuk bui oleh Kejari Sikka, namun belum pernah sekalipun penyidik memanggil dan memeriksa Robi Idong. Ini ada apa? Apakah demi menutup-nutupi perbuatan saling dusta dan saling menyandera untuk saling melindungi di antara Robi Idong dan Kajari Sikka atau karena ada intervensi politik?," kata advokat Peradi ini.
Padahal, lanjut Petrus, Kejari Sikka sudah melakukan upaya paksa berupa, penggeledahan dan Penyitaan Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kabupaten Sikka. Itu berarti tinggal selangkah lagi penyidik memanggil Robi Idong untuk diperiksa, entah sebagai saksi korban atau karena diduga terlibat.
"Sikap Kajari Sikka Dr. Fahmi, SH. MH, nampak jadi pengecut seakan-akan ia berada dalam satu lingkaran saling menyandera untuk saling melindungi dalam tindak pidana korupsi, sangat berbahaya, karena ini mengkhianati hak-hak sosial masyarakat Sikka, dan juga sebagai in-subordinasi terhadap perintah Jaksa Agung RI dalam pemberantasan korupsi," tegas dia.
"Jangan bodohi publik Sikka dan berlindung di balik alasan klise, belum ada bukti yang mengarah kepada Robi Idong, karena untuk memanggil Robi Idong tidak perlu ada bukti ia terlibat atau tidak, karena di pundaknya memikul tanggung jawab Pengelolan Keuangan Daerah sehingga wajib hukumnya diperiksa dan didengar sebagai korban mewakili Pemda Sikka," sambungnya.
Menurut Petrus, apabila Kajari Sikka tidak becus bekerja, maka lebih baik meninggalkan wilayah Sikka atau mundur saja dari jabatan struktur dan fungsional.
"Untuk apa ada bintang di pundak dan biji jengkol kuning di dada, tetapi tidak punya nyali, tidak punya kecakapan dalam mengelola kekuasaan pemerintahan di bidang penegakan hukum dan penuntutan perkara pidana korupsi," pungkasnya.
comments