Ahli Waris Korban Mafia Tanah di Tangerang Harap Hakim Obyektif Putuskan Perkara
search

Ahli Waris Korban Mafia Tanah di Tangerang Harap Hakim Obyektif Putuskan Perkara

Zona Barat
Ahli waris korban mafia tanah di Tangerang, Hagus Gunawan (kiri) dan kuasa hukum dari RKN Slamet Zainuri (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan di Pengadilan Negeri Tangerang. Foto: Istimewa.

Politeia.id--Kuasa hukum ahli waris Hagus Gunawan dan adik-adiknya, Slamet Zainuri berharap majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten, segera memutuskan perkara dugaan tindak pidana pemalsuan yang melibatkan Oey Natjiee Nio alias Natauw.

Menurut Slamet, hakim harus melihat perkara ini secara obyektif agar kasus mafia tanah tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Tanah Air.

Apalagi, kata Slamet yang merupakan tim Advokasi dan Bantuan Hukum Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) ini, dalam persidangan yang digelar pada Kamis (22/4) kemarin, terdakwa Oey Natjiee Nio alias Natauw telah mengakui perbuatannya.

"Kami dari ahli waris berharap hakim harus melihat secara objektif bahwa ini adalah dugaan tindak pidana yang harus segera dituntaskan. Karena di kemudian hari akan menjadi preseden buruk apabila kasus ini tidak diputus sesuai dengan fakta persidang. Akan banyak terjadi mafia tanah yang merajalela," kata Slamet usai persidangan pada Kamis.

Terdakwa Oey Natjiee Nio alias Natauw menjalani sidang ke-7 dengan agenda pemeriksaan pada Kamis kemarin. Ia didakwa membuat surat palsu sebagaimana diatur dalam pasal 266 ayat (2) dan pasal 385 ayat (1) dan ayat (5) KUHP.

Kendati demikian, sidang kembali ditunda lantaran terdakwa menghadirkan banyak saksi.

Hagus Gunawan selaku perkawilan ahli waris mengatakan dirinya berharap agar majelis hakim membuat putusan berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang ada. Dirinya optimistis, ia dan adik-adiknya selaku ahli waris akan memenangkan perkara ini.

"Harapan saya secepatnya diputuskan. Apa yang benar, ya harus dikatakan benar lah," ungkapnya di PN Tangerang.

Anggota Tim Advokasi dan Bantuan Hukum RKN, Petrus Selestinus, menjelaskan, modus mafia tanah ini adalah berupa pemalsuan dokumen kepemilikan yang diduga dilakukan oleh Oey Natjiee Nio alias Natauw.

Menurut Petrus, tanah milik almarhum Digul tercatat dengan Girik Nomor 137 dan surat IPEDA Nomor 107826 di Desa Tegal Angus dan di Desa Tanjug Pasir (karena pemekaran) dan Surat IPEDA Nomor Register 107827 dan Girik C Nomor 137, Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.

"Pada 1982, Desa Tegal Angus terjadi pemekaran desa, sehinga Desa Tegal Angus dimekarkan sebagian menjadi Desa Tanjung Pasir. Akibatnya, tanah seluas kurang lebih 106.090 meter persegi atau 10 hektar lebih, terletak di Desa Tegal Angus, sebagian seluas 14.661 masuk di wilayah Desa Tanjung Pasir, kemudian muncul kasus pemalsuan," ujar Petrus.

Petrus menerangkan, pada 2017, terdakwa Oey Natjiee Nio alias Natauw sengaja memakai surat yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu berupa girik dan akta jual beli dan lain-lain. Warga Kelurahan Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Tangerang ini pun berhasil mendapatkan SHGB. Ia lalu menjual tanah dengan SHGB itu kepada pengembang dan pihak ketiga lainnya.

Terdakwa, jelas dia, menjual tanah milik Hagus Gunawan kepada pengembang pada 2017 seluas kurang lebih 62.767 meter persegi. Namun, semua dokumen girik, AJB dan PM1 yang digunakan untuk penerbitan sertifikat HGB atas nama Oey Natjiee Nio tidak ditemukan arsipnya di Kantor Desa dan Camat, sehingga diduga sebagai palsu.

Hagus dan adik-adiknya pun melaporkan dugaan pemalsuan ini ke polisi hingga Oey Natjiee Nio berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Tangerang.

"Selama persidangan Pengadilan Negeri Tangerang, Tim Advokasi dan Bantuan Hukum RKN akan mengawal dan memantau persidangan perkara dimaksud, karena pihak-pihak tertentu sudah membangun isu bahwa para oknum hakim dan jaksa sedang ditawari duit miliaran rupiah untuk menlindungi kepentingan pengembang," katanya. 

Tag:

comments