Tim Advokasi dan Hukum RKN Dampingi Korban Mafia Tanah di Teluk Naga Tangerang
Kasus mafia tanah rupanya belum tuntas diberantas, meski DPR terus mendesak Kejaksaan Agung untuk memberantas mafia tanah. Kasus mafia tanah kali ini dialami Hagus Gunawan dan adik-adiknya di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
Tanah warisan orang tua mereka, almarhum Gouw Tjun Wie alias Digul, seluas kurang lebih 106.090 meter persegi di Desa Tegal Angus dan Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, beralih pemilikan kepada pihak ketiga lewat permainan kaki tangan mafia tanah.
Kasus ini tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. Dalam persidangan, Hagus Gunawan dan adik-adiknya didamping tim advokasi hukum dari Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN).
Anggota Tim Advokasi dan Bantuan Hukum RKN, Petrus Selestinus, menjelaskan, modus mafia tanah ini adalah berupa pemalsuan dokumen kepemilikan yang diduga dilakukan oleh Oey Natjiee Nio alias Natauw.
Saat ini, Oey Natjiee Nio alias Natauw memasuki tahap persidangan yang ketiga dengan dakwaan membuat surat palsu, pasal 266 ayat (2) dan pasal 385 ayat (1) dan ayat (5) KUHP, melakukan penyerobotan tanah di Pengadilan Negeri Tangerang.
Menurut Petrus, tanah milik almarhum Digul tercatat dengan Girik Nomor 137 dan surat IPEDA Nomor 107826 di Desa Tegal Angus dan di Desa Tanjug Pasir (karena pemekaran) dan Surat IPEDA Nomor Register 107827 dan Girik C Nomor 137, Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
"Pada 1982, Desa Tegal Angus terjadi pemekaran desa, sehinga Desa Tegal Angus dimekarkan sebagian menjadi Desa Tanjung Pasir. Akibatnya, tanah seluas kurang lebih 106.090 meter persegi atau 10 hektar lebih, terletak di Desa Tegal Angus, sebagian seluas 14.661 masuk di wilayah Desa Tanjung Pasir, kemudian muncul kasus pemalsuan," ujar Petrus dalam keterangan tertulis, Minggu (10/4).
Petrus menerangkan, pada 2017, terdakwa Oey Natjiee Nio alias Natauw sengaja memakai surat yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu berupa girik dan akta jual beli dan lain-lain. Warga Kelurahan Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Tangerang ini pun berhasil mendapatkan SHGB. Ia lalu menjual tanah dengan SHGB itu kepada pengembang.
Terdakwa, jelas dia, menjual tanah milik Hagus Gunawan kepada pengembang pada 2017 seluas kurang lebih 62.767 meter persegi. Namun, semua dokumen girik, AJB dan PM1 yang digunakan untuk penerbitan sertifikat HGB atas nama Oey Natjiee Nio tidak ditemukan arsipnya di Kantor Desa dan Camat, sehingga diduga sebagai palsu. Hagus dan adik-adiknya melaporkan dugaan pemalsuan ini ke polisi hingga Oey Natjiee Nio berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Tangerang.
"Selama persidangan Pengadilan Negeri Tangerang, Tim Advokasi dan Bantuan Hukum RKN akan mengawal dan memantau persidangan perkara dimaksud, karena pihak-pihak tertentu sudah membangun isu bahwa para oknum hakim dan jaksa sedang ditawari duit miliaran rupiah untuk menlindungi kepentingan pengembang," katanya.
Pada persidangan tanggal 5 April 2022, kata Petrus, pihak korban merasa kaget karena jadwal sidang pidana yang juga seharusnya melindungi kepentingan korban, tidak diberitahu. Sedangkan sidang sudah dilakukan dua kali, saksi korbanpun tidak diberikan salinan surat dakwaan dan eksepsi terdakwa, sehingga timbul kecurigaan publik ada apa dengan tidak ada transparansi dalam persidangan perkara ini.
Petrus mengatakan, pihaknya berharap agar majelis hakim bersikap adil, bahkan harus memberikan prioritas berupa perlindungan kepada hak-hak rakyat kecil yang tidak paham hukum.
"Tim Advokasi dan Bantuan Hukum RKN memohon majelis hakim untuk tidak terpengaruh dengan isu adanya iming-iming dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bahwa majelis hakim dan JPU sudah dusiapkan dana miliaran untuk melindungi pihak pengembang," pungkasnya.
comments