Calon Komisioner KPU Beberkan Strategi Antisipasi Petugas KPPS Meninggal
Politeia.id -- Uji kelayakan dan kepatutan calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diwarnai sorotan tajam terhadap banyaknya petugas KPPS yang meninggal pada Pemilu 2019.
Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim mencecar calon Komisioner KPU August Mellaz terkait strategi ke depan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Mengingat, kata Luqman, Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang menjadi rujukan Pemilu 2024, tidak mengalami perubahan.
"Banyak petugas penyelenggara Pemilu di TPS-TPS yang jatuh sakit bahkan meninggal dunia, angkanya yang meninggal hampir seribu, yang jatuh sakit lima ribuh lebih. Ke depan, 2024, dengan undang-undang pemilu yang tidak berubah, tolong kasih gambaran," ujar Luqman dalam sesi dalam fit and proper test calon Komisioner KPU di Senayan, Jakarta, Senin (14/1).
Hal senada disampaikan anggota fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil. Dia mempertanyakan pemanfaatan informasi teknologi yang akan dilakukan August apabila terpilih menjadi Komisioner KPU. Menurut Nasir, banyaknya petugas yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 dan sampai hari ini tidak ada yang mengetahui secara pasti penyebab para petugas tersebut meninggal dunia.
Sehingga, menurut Djamil, dibutuhkan pemanfaatan informasi teknologi yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya korban jiwa yang serupa.
"Bagaimana saudara bisa menjelaskan pemanfaatan iformasi teknologi yang dapat dilakukan guna mencegah korban jiwa tidak terulang kembali," kata Nasir.
Menanggapi pertanyaan tersebut, calon Komisioner KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, penyebab banyaknya petugas KPPS yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 karena faktor kelelahan. Hal ini menurutnya disebabkan karena banyak tugas kepemiluan yang harus dilaksanakan.
"Dengan durasi kerja yang begitu panjang melampaui delapan jam dan beban kerja dan tekanan-tekanan," katanya.
Hasyim mengatakan, apabila dipercayakan sebagai anggota KPU nantinya, dia sudah mengantisipasi hal terebut melalui strategi mitigasi dengan mengajukan bantuan asuransi untuk para tenaga ad hoc.
Menurutnya, kerja-kerja kepemiluan bukan hanya pekerjaan KPU, namun menjadi pekerjaan bersama dengan kolaborasi antar stakeholder. Hasyim mengungkapkan, petugas KPPS yang meninggal dunia kebanyakan komorbid atau penyakit bawaan.
Oleh karena itu, pihaknya akan mengatur penyelenggara badan ad hoc maksimal berusia 50 tahun dan memiliki fisik yang sehat.
"Berdasarkan pengalaman pilkada 2020 yang dalam situasi Covid-19, kami minta pandangan dari BNPB Satgas Covid-19 dan Kemenkes (Kementerian Kesehatan), direkomendasikan yang bekerja menjadi badan ad hoc di bawah 50 tahun," pungkasnya.
comments