Gus Yahya Harus Bawa NU Keluar dari Gerbong Kekuasaan, Tak Boleh Dikuasi Parpol
search

Gus Yahya Harus Bawa NU Keluar dari Gerbong Kekuasaan, Tak Boleh Dikuasi Parpol

Zona Barat
Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya terpilih menjadi Ketua PBNU periode 2021-2026. Pada tahun 2020, Gus Yahya bertemu Paus Fransiskus di Vatican.Foto: Istimewa

Politeia.id -- Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya terpilih sebagai Ketua PBNU periode 2021-2026, setelah mengalahkan pesaingnya, petahana Said Aqil Siradj dalam Muktamar PBNU ke-34 di Lampung, Jumat (24/12).

Ada sejumlah harapan yang diembankan ke Gus Yahya dari segenap kader PBNU, di antaranya soal irisan NU dengan politik praktis.

Pengamat politik dari Universitas Gajah Mada (UGM) Abdul Gafar Karim berharap Gus Yahya mampu menahkodai NU agar menjadi elemen penting dalam civil society. Menurut Abdul, upaya transisional yang dimulai sejak Gus Dur pada 1984 belum tuntas dilakukan. Alasannya, godaan NU sebagai salah satu penggerak civil society masuk dalam lingkaran kekuasaan masih besar.

"Menurut saya begini, NU itu seharusnya menjadi penggerak utama civil society untuk mengawasi kekuasan. Tapi godaan untuk masuk ke lingkaran kekuasaan itu harus kita akui masih sangat besar, masih sulit dilepaskan NU," kata Abdul saat dihubungi, Jumat (24/12) sore.

"Nah, saya kira sumbangan besar yang dilakukan NU ialah menuntaskan transisi untuk menjadi co-elemen civil society, elemen pentingnya civil society," sambungnya.

Abdul menegaskan, hal ini menjadi penting jika merujuk diletakkan dalam konteks yang lebih luas. Kata dia, banyak keluhan dari para ahli tentang merosotnya kualitas demokrasi di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Bahwa demokrasi elektoral (pemilu) itu lancar tapi substansi demokrasi tergerus.

"Karena demokrasi dibajak oleh elit, oleh oligarki. Dan penyebab utama karena kekuasaan tidak diawasi dengan baik oleh masyarakat. Menurut saya ya agenda NU mengawasi kekuasaan itu. Saya yakin Gus Yahya, bukan saja punya kapasitas tapi punya cara pandang seperti itu. Itu yang kita harapkan, lebih berbeda dari para pendahulu yang cenderung tergoda oleh politik elektoral," ujarnya.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi berharap, di bawah kepemimpinan Gus Yahya, NU kembali ke jati dirinya sebagai organisasi keagamaan, bukan organisasi politik yang terkesan belakangan ini.

Awiek, sapaan akrab Baidowi juga meminta Gus Yahya agar membawa NU jauh dari tarikan-tarikan partai politik, terutama kesan hanya dikuasi partai politik tertentu. Menurutnya, Gus Yahya harus mampu membawa NU sebagai organisasi milik semua golongan.

Menurut Abdul, anggapan PPP demikian tidak dapat dihindari. Seharusnya, kata dia, NU lebih fokus pada urusan politik kebangsaan, bukan politik elektoral. Adapun politik elektoral diserahkan kepada partai politik yang menjadi sayap politiknya, seperti PKB, PPP dan sebagainya.

"Konkritnya, meskipun PKB mendukung penguasa tapi NU tidak harus ikut-ikut menjadi pendukung. Dalam arti pendukung secara elektoral ya, tapi secara kebangsaan mendukung. Karena tradisi NU begitu. Jadi siapapun sah menjadi presiden harus didukung. Didukung sebagai presiden Indonesia. Tapi sebagai aktor elektoral, sebagai politisi, biar didukung oleh PKB. Jadi saya kira pembagian tugasnya harus se-clear itu. Tapi sejauh ini tidak clear ya. Harapan saya Gus Yahya bisa mengklearkan itu," jelasnya.

Untuk mewujudkan itu semua, Abdul meyakini Gus Yahya memililiki kapasitas yang mumpuni. Dalam kacamatanya, Gus Yahya merupakan sosok yang memiliki leadhership dan jejaring yang sangat kuat. Di sisi lain, Gus Yahya juga mempunyai kemampuan mengkomunikasikan secara gagasan sehingga mudah diterima orang awam hingga generasi muda.

"Sampai taraf tertentu, (Gus Yahya) sampel Gus Dur betul-betul ya. Saya tidak tahu seberapa berat nanti ya dia niru langkah Gus Dur yang sangat tidak takut pada kontroversi ya. Harapan kita Gus Yahya seberani itu," kata dia.

NU Tak Boleh Dikuasi Parpol

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan, tidak mempersoalkan NU di bawah Gus Yahya aktif dalam percaturan politik di Tanah Air ke depan. Alasannya, kata Adi, sulit menjauhkan NU dari politik praktis.

"Gak apa-apa menurut saya. Menjauhkan dari politik praktis itu gak gampang buat NU. Karena banyak kader yang aktif di partai politik. Ada juga yang jadi pejabat publik. Gubernur, bupati, anggota DPR, DPRD," kata Adi, Jumat (24/12).

Adi menegaskan, yang paling penting bagi NU ialah tidak menghilangkan peran dan fungsinya sebagai civil society. Kata dia, peran itu sedikit terabaikan dan malah hilang belakangan ini.

"Kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai harapan publik, harusnya NU tampil. Publik gak persoalkan NU berpolitik, tapi jangan tutup mata atas persoalan masyarakat," tegas dia.

"Bagi saya, tetap saja aktif tapi fungsi kritis (NU) gak hilang. Karena menjauhkan NU dari urusan politik itu gak mungkin," sambungnya.

Adi mengatakan dirinya malah mendorong agar NU di bawah kepemimpinan Gus Yahya lebih jauh masuk dalam perpolitikan di Tanah Air. Menurutnya, kehadiran kader-kader NU dalam persoalan bangsa sangat dibutuhkan.

"Kader-kader NU sudah matang berpolitik. NU juga tidak mempertentangkan Islam dengan demokrasi. Selama ini NU aktif melawan kelompok radikalis. Tapi ingat, jangan hilangkan fungsi kritis. Dia (NU) lahir sebagai civil society," kata Adi.

Menurut Adi, apa yang diungkap Awiek merupakan sebuah kegelisahan para nahdliyin, sebutan untuk kader NU, yang ada di partai politik. Kata Adi, tak bisa dipungkiri publik menilai jika NU identik dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) belakangan ini.

"Saya kira itu (pernyataan Awiek) sebagai bentuk kegelisahan. Kesan NU hanya milik satu parpol. PKB. Itu bentuk protes tidak langsung dari PPP secara tidak langsung," ungkap Adi.

Tag:

comments