Pernyataan Rocky Gerung Sudutkan MUI dan Densus 88
Politeia.id -- Sebuah rekaman video Chanel YouTube Generasi Milenial yang beredar pada Sabtu (5/12), dan pemberitaan media online, seputar komentar Rocky Gerung, pengamat politik dan akademisi. Dalam video, Rocky menyebutkan bahwa "Gerakan Bubarkan MUI Merupakan Pesanan dan Desain yang Dirancang Sistematis.
Sejumlah pernyataan Rocky Gerung, tanpa didukung data atau isapan jempol semata yang bersifat memecah belah atau mengadu domba dengan isu bermuatan berita bohong dan ujaran kebencian, terdapat pada beberapa narasi, sebagai berikut:
a. Ada Gerakan Bubarkan MUI, sebagai pesanan dan didesain yang dirancang sistematis;
b. Mempertanyakan munculnya Gerakan Bubarkan MUI disebut sebagai langkah untuk memberantas terorisme di Indonesia;
c. Menyayangkan adanya gerakan "Bubarkan MUI" dari pihak-pihak yang dianggap mendengungkan isu terorisme tanpa adanya dasar yang kuat;
d. Membuat dikotomi terorisme global dan lokal dan membantah tidak ada terorisme yang sifatnya lokal;
e. Mempertanyakan logika pihak-pihak yang mengaitkan isu terorisme dengan pendanaan yang diduga bersumber dari sumbangan masyarakat dengan tujuan mewjudukan gerakan "Bubarkan MUI".
Pernyataan Rocky Gerung secara eksplisit dan implisit menegaskan bahwa Densus 88 didesain secara sitematis untuk bubarkan MUI, seakan-akan dengan membubarkan MUI maka terorisme di Indonesia bisa diberantas habis.
Rocky Gerung Menyudutkan MUI
Pernyataan Rocky Gerung sudah masuk kategori mendiskreditkan MUI. Alasannya, telah menghubungkan MUI dengan terorisme dan menghubungkan gerakan pembubaran MUI dengan pemberantasan terorisme, tanpa didukung data, alat bukti hukum apapun demi menebar kebencian di kalangan umat atau masyarakat.
Pernyataan Rocky Gerung sangat provokatif dan tendensius, karena mencoba membenturkan MUI dan Densus 88, seakan-akan tindakan hukum Densus 88 memberantas kejahatan terorisme hanya berhasil melalui gerakan Bubarkan MUI.
Pandangan demikian salah besar karena tanpa dasar. Hanya bisa muncul dari orang-orang yang sedang mengalami idiot akut sehingga menjadi buta dan tuli terhadap prestasi Densus 88 selama ini. Dimana, hampir semua tangkapan Densus 88 tidak ada yang lolos dari proses hukum dan dipenjara.
Sukses besar Densus 88 selama ini diapresiasi banyak pihak, justru telah diabaikan oleh Rocky Gerung dkk, dan soal penangkapan teroris, Densus 88 menegaskan berkali-kali dalam berbagai forum terbuka bahwa penangkapan terduga teroris selama ini termasuk yang terjadi pada tanggal 16 November 2021, tidak ada sangkut pautnya dengan agama, keyakinan bahkan jabatan atau kedudukan tertentu seseorang pelaku dalam suatu lembaga tertentu, termasuk dalam jabatan di MUI sendiri.
Oleh karena itu, pernyataan Rocky Gerung sangat tidak berdasar dan patut disesalkan. Apalagi menamakan diri sebagai pengamat politik dan akademisi tetapi menyatakan sesuatu secara dungu tanpa bukti bahkan salah alamat, soal ada gerakan "Bubarkan MUI" sebagai pesanan dan didesain secara sistematis, sebagai langkah untuk memberantas terorisme Indonesia.
Tindakan Densus 88 Sah Hukumnnya
Secara hukum, penangkapan Densus 88 terhadap terduga teroris, didasarkan pada kualifikasi peristiwanya yaitu petistiwa pidana terorisme. Sedangkan, pada sisi pelaku kualifikasinya pada unsur-unsur tindak pidana terorisme itu sendiri, yang didukung alat bukti lebih dari sarat cukup, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2018, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Rocky Gerung dkk, seharusnya tahu dulu masalah, tahu dulu apa hukumnya baru nicara. Harus baca undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan hukum pidana lainnya agar paham dulu masalahnya, mengerti soal hukum dan konstruksi hukumnya, baru bicara ke publik agar tidak nampak dungu dan idiot.
Dalam berbagai pernyataannya, Rocky Gerung mencoba mengkristalisasi opini publik seputar penangkapan beberapa terduga teroris dan membenturkan Densus 88 dengan isu bubarkan MUI. Sesuatu yang tidak ada korelasinya, tetapi selalu dikait-kaitkan dan dibesar-besarkan, seakan-akan Densus 88 berada di balik desain pembubaran MUI lewat aksi pemberantasan terorisme.
Misalnya, Rocky Gerung mempertanyakan logika pihak-pihak yang mengaitkan isu terorisme dengan pendanaan yang bersumber dari sumbangan masyarakat. Dan menilai bahwa pihak-pihak yang mengaitkan sumbangan itu dengan isu terorisme, diduga merupakan pihak yang sengaja mencari-cari alasan untuk mewujudkan gerakan "Bubarkan MUI`.
Pembelaan membabi-buta oleh Rocky Gerung dkk, berupa membenturkan MUI dengan Densus 88, perlu diwaspadai bahkan patut dicurigai sebagai pesanan politisi busuk yang selama ini berada di balik aksi terorisme dengan tujuan menimbulkan kekacauan sosial dan politik di Indonesia.
Trial by The Press
Pandangan Rocky Gerung tentang desain bubarkan MUI, hanya isapan jempol, tanpa didukung alat bukti. Tanpa menghormati proses hukum yang sedang berjalan tentang kotak amal dan aksi terorisme yang saat ini dalam penyidikan Densus 88.
Padahal, Rocky Gerung dkk, seharusnya menunggu terlebih dahulu proses hukum dan hasil dari proses hukum itu sendiri, baru memberikan penilaian. Namun, Rocky Gerung dkk, justru melakukan "trial by the press", sekedar menjustifikasi khayalannya seakan-akan Densus 88, memiliki agenda untuk "Bubarkan MUI" guna menghentikan terorisme.
Rocky Gerung juga mempertanyakan apa hubungannya "terorisme dengan kotak amal, lantas menilai sebagai sesuatu yang ajaib dan dicari-cari dan menjustifikasi kotak amal sebagai tindakan bagus karena dana digunakan untuk membantu janda-janda dari teroris karena terbunuh. Padahal, justru kotak amal itu sumber dana yang diduga untuk pendanaan aksi-aksi terorisme.
Pernyataan demikian membuktikan bahwa Rocky Gerung memang tidak tahu apa-apa. Ibarat orang idiot dan sesat logika, sehingga "asbun" sekedar menyenangkan kelompok teroris yang belum terungkap bahwa di sana mereka punya pembela bahkan pendukung terorisme namanya Rocky Gerung.
Untuk itu Perkat Nusantara mendesak agar Polri segera memproses hukum Rocky Gerung, dkk, tangkap dan tahan, karena pernyataan bohong dan ujaran kebencian yang diproduksi setiap hari, menghambat upaya pemerintah mencerdaskan bangsa dan menjaga ketertiban umum.
Jakarta, 7 Desember 2021
Perekat Nusantara: Petrus Selestinus, Zaenal Abidin, Mansyur Arsyad, Erick S. Paat, Carel Ticualu, Daniel Tanopa Masiku, Erlina R. Tambunan, Piter Singkali dan Jelani Christo).
comments