Anies Baswedan Diperiksa KPK, Harapkan Keadilan Hukum
search

Anies Baswedan Diperiksa KPK, Harapkan Keadilan Hukum

Zona Barat
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Foto: Istimewa

Politeia.id -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku telah memberikan keterangan terkait dugaan korupsi pengadaan lahan di Muncul, Cipayung, Jakarta Timur pada 2019.

Anies tidak menjelaskan substansi pemeriksaan. Namun dia berharap keterangannya dapat membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menegakan hukum, menghadirkan keadilan dan memberantas korupsi.

"Saya berharap penjelasan yang tadi kami sampaikan bisa bermaanfaat bagi KPK untuk menegakan hukum, menghadirkan keadilan dan memberantas korupsi," kata Anies dalam konferensi pers singkat di depan gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (21/9).

"Harapannya, penjelasan tadi bisa membantu KPK untuk menjalankan tugasnya," imbuh Anies.

Anies diperiksa penyidik KPK untuk tersangka eks Direktur Utama Perumda Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan (YRC). Dia mengaku ada 17 pertanyaan yang diajukan penyidik kepadanya.

Dari 17 pertanyaan, ada delapan pertanyaan terkait program pengadaan rumah di Jakarta. Kemudian ada sembilan pertanyaan yang bersifat formil mengenai biografi.

"Ada delapan pertanyaan yang terkait dengan program pengadaan rumah di Jakarta. Pertanyaanya menyangkut landasan program dan seputar peraturan-peraturan yang ada di Jakarta. Lalu ada sembilan pertanyaan yang sifatnya biografi. Formil. Tanggal lahir dan sebagainya," beber Anies.

Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengaku diperiksa penyidik KPK terkait mekanisme penganggaran dalam proses pengadaan lahan di Munjul. Prasetyo dan Anies diketahui diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang sama, yakni Dirut Perumda Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan (YRC).

"Ya saya sebagai Ketua Banggar (Badan Anggaran), ya saya menjelaskan semua dibahas di Komisi. Nah di dalam Komisi apakah itu diperlukan untuk ini, namanya dia minta selama itu dipergunakan dengan baik, ya gak masalah," kata Prasetyo saat keluar dari gedung KPK, Jakarta, Selasa (21/9).

Menurut politikus PDI Perjuangan itu, tak banyak pertanyaan yang diajukan penyidik KPK kepadanya. Prasetyo sendiri diperiksa kurang lebih selama empat jam.

Dia mengatakan pembahasan anggaran memang dibahas di Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI. Sebagai Ketua Banggar kala itu, ia pun mengetok palu tanda persetujuan. Namun, kata Prasetyo, pengelolaan anggaran bukan lagi wewenangnya, melainkan pihak eksekutif.

Dalam perkara ini, KPK juga telah menetapkan Direktur serta Wakil Direktur PT. Adonara Propertindo, Tommy Adrian (TA) dan Anja Runtunewe (AR) dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudi Hartono Iskandar (RHI) sebagai tersangka. Selain itu, Komisi Antirasuah juga menjadikan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi.

Kasus bermula sejak adanya kesepakatan penandatanganan Pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di Kantor Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana di hadapan notaris antara pihak pembeli yakni Yoory C Pinontoan dengan pihak penjual yaitu Anja Runtunewe pada 8 April 2019.

Saat yang sama juga, langsung dilakukan pembayaran sebesar 50% atau sekitar sejumlah Rp108,9 miliar ke rekening bank milik Anja Runtunewe pada Bank DKI.

Selang beberapa waktu kemudian, atas perintah Yoory dilakukan pembayaran oleh Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya kepada Anja Runtunewe sekitar sejumlah Rp43,5 miliar.

Uang tersebut diperuntukan untuk pelaksanaan pengadaan tanah di Munjul. Akibat perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp152,5 miliar.

Sementara, pembelian tanah dilakukan agar dapat diperuntukan bagi Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta. Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga di markup, salah satunya yakni pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Pondok Ranggon.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang  Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
 
 
 
 
BalasTeruskan

Tag:

comments