Dengar Pak JK, Stop Lontarkan Pernyataan Rasis, Merusak Persatuan!
search

Dengar Pak JK, Stop Lontarkan Pernyataan Rasis, Merusak Persatuan!

Zona Barat
Eks Wapres Jusuf Kalla menandatangani dua prasasti pabrik Bosowa Semen Banyuwangi, Terminal LPG Banyuwangi dan kantung semen Bosowa di kawasan pabrik, Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (15/12/2016). Foto: Tribunews.com. IKut mendampingi Wapres, Founder Bosowa AKsa Mahmud, CHairman Bosowa Erwin Aksa, CEO Bosowa Sadikin Aksa, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto Menkominfo Rudiyantara, Gubernur Jatim Sukarwo, Bupati Banyuwangi Azwar Anas Abdullah.

Politeia.id -- Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kembali melontarkan pernyataan yang bermuatan rasis dan diskriminatif, karena mengandung unsur diskriminasi ras dan etnis. Pernyataan JK memperparah potensi rusaknya persatuan dan kohesivitas sosial, di tengah upaya sekelompok masyarakat yang hendak merusak kohesi sosial masyarakat.

JK memaparkan bahwa ekonomi umat Islam sedang terpuruk karena di antara 10 orang kaya, hanya satu yang muslim. Dari sisi ekonomi, apabila ada 10 orang kaya, maka paling tinggi satu orang muslim. Tetapi apabila ada 100 orang miskin, setidaknya 90 umat yang miskin. Jadi pincang keadaan ekonomi kita, kata JK.

Pernyataan JK dimaksud disampaikan di depan Menteri BUMN Erick Thohir dalam acara silaturahmi Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), yang ditayangkan secara virtual, pada Senin 14 Juni  2021, dimuat beberapa media. 

Di sini, JK lagi lagi memaparkan soal kondisi ekonomi Indonesia yang dianggap sebagai pincang dan terpuruk, berdasarkan preferensi agama dan suku SARA. Bahwa ekonomi umat Islam terpuruk karena di antara 10 orang kaya hanya satu   orang   muslim. Yang kaya itu Tionghoa,    Konghuchu dan Kristen.

Pernyataan Rasis dan Diskriminatif

Pernyataan JK dimaksud, mengingatkan memori publik ketika selaku Wapres, JK berbicara di hadapan peserta Tanwir Muhammadiyah di Ambon pada 24 Februari 2017. Saat menutup Tanwir, dia mengatakan bahwa kesenjangan ekonomi di Indonesia sudah cukup membahayakan karena perbedaan agama antara yang kaya dan miskin.

Orang-orang kaya adalah warga keturunan yang beragama Konghuchu maupun Kristen. Sedangkan, orang yang miskin sebagian besar penganut Islam. Ada juga yang Kristen. Pembedaan seperti ini tidak dibenarkan, karena orang mau kaya atau menjadi miskin, bukan pada soal beda agama dan sukunya, tetapi pada mau bekerja keras dan trampil atau tidak.

Pernyataan JK, jelas provokatif dan berlawanan dengan kewajibannya selaku warga negara. Ia seharusnya tidak boleh membuat narasi yang rasis, diskriminatif dan manipulatif. Seolah-olah keadaan ekonomi masyarakat yang terpuruk atau pincang disebabkan oleh orang-orang kaya beragama Konghuchu, Kristen dan Tionghoa. 

Cari Kambing Hitam

Meskipun pernyataan JK itu, dengan dalil, memotivasi agar persoalan kesenjangan teratasi dengan cara mendorong umat Islam untuk menjadi pengusaha, tetapi pernyataan JK itu sudah masuk dalam kategori tindakan diskriminasi ras dan etnis, yang dilarang oleh udang-undang.

Pernyataan JK terkesan menunjukan kebencian kepada kelompok lain. Karena perbedaan ras dan etnis, dengan cara melontarkan kata-kata rasis di tempat umum atau tempat lainnya sehingga muda didengar orang lain. Pernyataan yang demikian, dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana sesuai  Pasal 16 UU No. 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Padahal, kurang lebih 20 tahun duduk dalam pemerintahan, JK seharusnya tahu sebab-sebab kegagalan pemerintah  mewujudkan pemerataan, memperkecil kesenjangan, dan lain-lain. Namun, JK justru mencari kambing hitam menyalahkan kelompok lain yang dengan kerja keras, kompeten, mencapai sukses atas keringat sendiri, tidak atas dasar perbedaan agama, suku dan golongan.

Dekat dengan Tionghoa

Meskipun selama ini JK melontarkan sindiran tentang keberhasilan ekonomi sekelompok warga masyarakat keturunan (Tiongjoa, Konghuchu, Kristen), namun JK selalu berdalil bahwa dia sangat dekat dengan pengusaha keturunan Tionghoa di Makasar. Bahkan sahabatnya, Sofjan Wanandi juga keturunan Tionghoa dan Kristen yang pagi, siang, sore, malam selalu bersama JK.

JK seharusnya memahami bahwa adanya diskriminasi ras dan etnis dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hambatan bagi hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian dan keamanan. Termasuk kehidupan bermata pencaharian di antrawarga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan.

Karena itu JK sebaiknya berhentilah membuat narasi yang berpotenai merusak kohesivitas soal masyarakat yang pada gilirannya akan menyulitkan upaya pemerintah merawat kebhinekaan dan menjaga kohesi sosial dalam masyarakat yang berangam.


Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia*

Tag:

comments