Rizieq Shihab Hanya Divonis Penjara, Islah Bahrawi: Bagaimana Jika Hukum Syariah Diterapkan?
search

Rizieq Shihab Hanya Divonis Penjara, Islah Bahrawi: Bagaimana Jika Hukum Syariah Diterapkan?

Zona Barat
Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab. (Foto: Ist)

Politeia.id -- Eks Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab divonis majelis hakim hukuman denda Rp20 juta subsider lima bulan kurungan penjara dalam kasus kerumunan di Megamendung.

Untuk kasus kerumunan Petamburan, majelis hakim memvonis Rizieq Shihab dkk dengan hukuman 8 bulan penjara karena dinilai melakukan tindak pidana tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

Selain Rizieq, lima terdakwa lain dalam kasus ini, yaitu Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Alhabsy, dan Maman Suryadi, dijatuhi hukuman yang sama.

Menanggapi vonis hukuman tersebut, Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi pun membandingkannya dengan kasus yang hampir sama terjadi di Arab Saudi.

Komparasi tersebut, kata dia, merupakan gambaran bagaimana hukum Syari`ah di Saudi (yang diklaim sebagai hukum Tuhan) dan KUHP di Indonesia (yang jelas-jelas ciptaan manusia) menghasilkan ambiguitas dalam jangkauan yuridisnya.

"Seketika terbersit bahwa saya harus membandingkan (kasus) ini dengan dua negara dan dua perkara yang sama tapi berbeda," ujar Islah dalam keterangan tertulis, Jumat (28/5).

Salah satu kasus yang diangkat Islah adalah kasus Salman al-Oudah, salah satu tokoh yang cukup populer di Arab Saudi dan memiliki basis pendukung yang kuat di kalangan Islam di negara itu, sama seperti Rizieq di Indonesia.

Dalam dakwahnya, Oudah ingin mereformasi Arab Saudi dari teokrasi (Syari`ah) menuju demokrasi.

Atas dakwahnya yang cenderung menghasut, otoritas Arab Saudi atas nama hukum Syariah menjatuhkan hukuman mati terhadapnya. Kisah Oudah tamat.

Sementara dalam kasus Rizieq, majelis hakim hanya memvonis kurungan penjara dan denda puluhan juta.

Menurut Islah, vonis tersebut tentu sangat ringan untuk seorang pejuang negara Islam yang ingin menerapkan hukum Syariah seperti Rizieq Shihab.

"Atas nama Tuhan hakim menghukum mati Oudah, sedangkan Rizieq atas nama negara dihukum jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa," paparnya.

Aktivis anti-terorisme dan radikalisme ini pun menilai bahwa ada hal yang keliru dalam vonis majelis hakim.

Bahwa ada hal lain yang menyertai interpretasi majelis hakim terhadap kasus Rizieq. Salah satunya terlihat dari perbedaan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu 10 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. 

"Menyikapi vonis hakim kepada Rizieq Shihab yang jauh dari tuntutan jaksa, membuat saya berpikir sederhana saja; ini surat dari `langit`," katanya.

"Inilah `surat dari langit` itu, kira-kira bunyinya sesarkastik ini: `hukum buatan manusia ternyata lebih lentur, masihkah engkau inginkan hukum Syari`ah seperti di Saudi?`," imbuhnya.

Islah menegaskan, jika Indonesia benar-benar mengikuti hukum Syariah yang diperjuangkan Rizieq Shihab maka barang tentu pentolan FPI itu sudah mengikuti jejak Oudah di Saudi.

Namun dalam kasus yang menjerat Rizieq kali ini, Islah mengatakan, "ternyata mereka menikmati `kebaikan` hukum yang sejak dulu ingin digantinya."

"Kalau saja Rizieq sejak dulu berhasil mengubah KUHP kita menjadi hukum Syari`ah seperti di Saudi, mungkin dia sudah bernasib seperti Oudah."

Karena itu, Islah berharap Rizieq dan para pengikutnya segera melepaskan ideologi perjuangan mereka karena telah mendapatkan jaminan KUHP yang lebih ringan dari Syariah.

Kasus kerumunan Megamendung dan Petamburan juga bukan kasus pertama yang membawa petinggi ormas yang telah dilarang pemerintah akhir tahun lalu itu ke meja hijau.

Sebelumnya, Rizieq lari bersembunyi di Arab Saudi, mencari perlindungan dari kejaran Polisi setelah diduga terlibat dalam kasus pelecehan seksual terhadap perempuan bernama Firza.

"Hanya jika seseorang dihukum berkali-kali berarti bukan lagi soal keadilan, tapi ada tabiat yang harus diubah," tegas Islah.*

Tag:

comments