Jokowi Diminta Tak Terjebak Permintaan Koalisi Guru Besar Anti Korupsi
Politeia.id -- Koordinator TPDI Petrus Selestinus meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak terjebak terkait surat permintaan 73 guru besar dari sejumlah universitas di Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Guru Besar Anti Korupsi (Koalisi Guru Besar).
Permintaan yang dimaksud ialah agar Presiden Jokowi mengawasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan meminta pimpinan KPK mengaktifkan kembali 75 pegawai KPK.
Menurut Petrus, permintaan bertentangan dengan independensi KPK yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tetang KPK. Dalam delik ini dengan tegas menyatakan bahwa KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan ekskutif, yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Begitu pula dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Bahw KPK adalah produk legislasi (DPR) yang di dalamnya terkandung pemikiran Para Guru Besar yang disebut "Naskah Akademis" sebagai salah satu syarat dalam pembuatan UU.
"Karena itu ajakan Koalisi Guru Besar untuk Presiden Jokowi menyimpang dari UU, jelas sebagai Pelacuran Intelektual, demi kepentingan lain di luar tujuan perbaikan KPK," kata Petrus dalam keterangannya, Kamis (27/5).
Petrus mengatakan, kalau saja Presiden Jokowi mengiyakan permintaan Koalisi Guru Besar maka ada tiga institusi yang terkena dampak kerusakan sistem. Yaitu pendidikan tinggi terkena dampak citra buruk pelacuran intelektual, Presiden terkena dampak penyalahgunaan wewenang dan KPK sendri terkena dampak kehilangan independensinya.
"Akibatnya adalah Para Guru Besar itu bisa saja pada kesempatan dan kepentingan lain akan bersorak menuduh Presiden Jokowi biasa dikendalikan mengintervensi KPK," kata dia.
Padahal, lanjut Petrus, Koalisi Guru Besar mestinya paham bahwa TWK menjadi salah satu syarat penting melahirkan ASN, yang memiliki nilai dasar (kesetiaan pada MKRI dan Pancasila) etika perilaku dan lain-lain sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
"Karena UU KPK mensyaratkan bahwa Pegawai KPK adalah ASN sesuai dengan UU ASN," jelas dia.
Petrus menambahkan, Koalisi Guru Besar Anti Korupsi juga secara tidak bertanggung jawab menuduh Firli Bahuri dkk. melakukan tindak pidana terkait penandatanganan Surat Keputusan Penonaktifan 75 Pegawai KPK. Para Guru Besar, kata Petrus tidak melapor kepada Polisi, tetapi kepada Presiden.
Padahal, menurut Petrus, pemerintah sudah menyiapkan segala norma, standar, prosedure dan kriteria tentang syarat menjadi ASN sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014, tentang ASN. Dengan demikian soal ASN di KPK sepenuhnya wewenang BKN, Menpan, KASN dan PPK. Adapun KPK hanya menerima hasil seleksi ASN dari BKN dan menentukan apakah Novel Baswedan dkk. layak dipertahankan atau tidak oleh Pimpinan KPK.
"Langkah ini sebagai bagian dari pelacuran intelektual yang mencitrakan bahwa dunia pendidikan tinggi gagal melahirkan kader-kader bangsa yang berwawasan kebangsaan," pungkasnya.
comments