TPDI Minta Fadli Zon Tidak Asbun Soal Penangkapan Munarman
search

TPDI Minta Fadli Zon Tidak Asbun Soal Penangkapan Munarman

Zona Barat
Anggota Komisi I DRP RI Fadli Zon. (Foto: Ist)

Politeia.id -- Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menilai politisi Partai Gerindra Fadli Zon tak memahami konstitusi dengan baik terkait penangkapan Munarman terkait kasus terorisme.

Petrus mengatakan tindakan Densus 88 Polri yang menangkap dan menutup mata Munarman sah secara hukum dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM) menurut Undang-undang Pemberantasan Terorisme.

"Karena itu sangat disesalkan pernyataan Fadli Zon dan lainnnya karena secara tidak bertanggung jawab telah menuduh Densus 88 saat penangkapan terhadap Munarman sebagai telah melanggar HAM," kata Petrus dalam keterangannya kepada Politeia.id, Sabtu (1/5).

Petrus mengatakan Fadli Zon seharusnya memahami bahwa konstitusi memang menjamin HAM setiap orang. Akan tetapi, pada saat bersamaan konstitusi juga membatasi HAM setiap orang pada saat tertentu dan bersifat sementara. Hal tersebut diatur di dalam pasal 28J UUD 1945, dalam KUHAP dan di dalam UU No.5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pasal 28J ayat (1) UUD 1945, secara tegas menyatakan bahwa: "setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.  

Pasal 28J ayat (2) UUD 45 : "dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral dstnya.".

Pada pasal 1 butir 20 KUHAP, bahwa: penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 28 UU Tindak Pidana Terorisme menegaskan bahwa penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup, paling lama 14 hari dan jika waktu 14 hari tidak cukup, maka penyidik dapat meminta ijin Ketua Pengadilan Negeri dalam wilayah hukumnya untuk diperpanjang selama 7 hari.

"Konstitusionalitas perlindungan atas HAM seseorang seharusnya dipahami secara utuh oleh Fadli Zon dkk," katanya.

Petrus menambahkan, prinsip menjunjung tinggi HAM adalah prinsip dimana  HAM seorang dibatasi oleh KUHAP dan oleh UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ketika seseorang telah berstatus tersangka, maka Undang-Undang hanya memberikan sejumlah hak tertentu.

"Antara lain hak untuk didampingi penasehat hukum, hak untuk mendapat kunjungan rohaniwan, hak untuk mengajukan praperadilan dll; sebagai pemenuhan HAM dengan pembatasan," kata dia.

Sama halnya dengan penutup mata Munarman saat penangkapan, menurut Petrus merupakan hal yang wajar. Hal itu sejalan dengan standar internasional dan perintah pasal 33 dan 34 UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yaitu kerahasiaan identitas sebagai pelindungan hukum untuk melindungi penyidik, jaksa, hakim, advokat, pelapor, aaksi dan petugas lembaga pemasyarakatan beserta keluarganya. 

Prinsip pelindungan itu juga diberlakukan terhadap pelapor, ahli dan saksi. Yaitu saat bersaksi tidak bertatap muka dengan terdakwa atau pemberian keterangan dengan menggunakan alat komunikasi audio visual yang diselenggarakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Dengan demikian, tidak ada yang salah dan tidak ada pelanggaran HAM dalam penangkapan Densus 88 terhadap Munarman, sebagaimana didalilkan Fadli Zon dkk," pungkas Petrus.

Tag:

comments