Sepi Pemasukan, Debt Collector Gugat UU Jaminan Fidusia
search

Sepi Pemasukan, Debt Collector Gugat UU Jaminan Fidusia

Zona Barat
Ilustrasi debt collector. Foto: Oto.grid

Politeia.id--Seorang debt collector bernama Joshua Michael Djami meminta Mahkamah Konstitusi mengubah pendiriannya terhadap Pasal 15 ayat (2) Undang Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia karena menyebabkan pendapatannya berkurang.

"Dengan adanya pengaturan prosedur fidusia seperti sekarang, pemohon tidak mendapatkan perlindungan hukum yang adil karena profesi pemohon profesi yang sah dan pemohon melakukan tugasnya dengan baik dan benar, namun mendapat tanggapan yang tidak menyenangkan dari para pemberi fidusia," ujar kuasa hukum pemohon Zico Simanjuntak dalam sidang perdana perkara tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta yang disiarkan secara daring, Rabu (30/9).

Setelah Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 pada awal 2020, ia menyebut terjadi penurunan jumlah kasus yang dikerjakan secara drastis karena kreditur harus membawa perkara ke pengadilan sebelum melakukan eksekusi pengambilan objek jaminan fidusia.

Selain itu, ia mendalilkan terjadi ketiadaan perlindungan hukum yang adil untuk industri pembiayaan karena biaya yang dikeluarkan untuk eksekusi lebih besar dari nilai barang.

Padahal dari sisi praktik di lapangan, menurut kuasa hukum pemohon, putusan MK memberikan celah untuk debitur untuk mengulur waktu dan melarikan barang.

Menanggapi permohonan itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti pemohon belum menyebutkan hak konstitusional yang dirugikan dengan berlakunya pasal yang dimaksud setelah putusan MK.

"Ini tolong kemudian diperhatikan soal hak itu, ya. Hak yang mana yang dilanggar oleh berlakunya undang-undang tersebut? Ini tolong nanti dipertegas," ujar Enny Nurbaningsih.

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul “Fidusia” yang dibuat oleh Bung Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 1 September 2003.

Mengutip hukumonline, Jaminan fidusia merupakan jenis perjanjian yang dapat menggunakan fidusia sebagai jaminannya adalah setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda jaminan fidusia. Ini diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Jaminan fidusia sendiri adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

Dalam UU 42/1999, keutamaan ini berbentuk hak mendahulu. Hak yang didahulukan berbentuk hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak ini tidak akan hapus dengan adanya kepailitan dan/atau likuidasi pemberi fidusia (debitur).

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka suatu perjanjian dengan jaminan fidusia memang efektif untuk memberikan perlindungan untuk kepentingan kreditur, karena memberikan penerima fidusia (kreditur) kedudukan yang diutamakan terhadap para kreditur lainnya.

Tag:

comments