Kala Munarman Tak Bisa Mengelak, Bukti Penangkapan Sah Secara Hukum
search

Kala Munarman Tak Bisa Mengelak, Bukti Penangkapan Sah Secara Hukum

Zona Barat
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Foto: Politeia.id

Politeia.id -- Polri menyatakan status hukum mantan Sekretaris Umum FPI Munarman yang ditangkap terkait tindak pidana terorisme adalah tersangka. Praktisi hukum Petrus Selestinus menilai penangkapan Munarman sudah sah secara hukum, termasuk penetapan tersangkanya.

Menurut Petrus, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, diduga Munarman terlibat dalam peristiwa tindak pidana terorisme di tiga lokasi berbeda, yaitu kasus baiat di UIN Jakarta tahun 2013, di Makassar, Sulawesi Selatan 2015 dan di Medan, Sumatera Utara tahun 2019.

Dengan demikian, kata Petrus, waktu penangkapan terhadap Munarman selama 14 hari dipastikan sesuai dengan ketentuan  UU Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU dan KUHAP.

"Dengan demikian penangkapan Munarman sah dan bisa dipertanggungjawabkan," kata Petrus dalam keterangannya kepada Politeia.id, Kamis (29/4).

Menurut Petrus, fakta yang tak terbantahkan adalah jejak Munarman diungkap oleh terdakwa teroris Ade Supriadi, dkk dalam surat dakwaan dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 30 Juli 2019.

Ade Supriadi dalam keterangannya sebagai terdakwa menyatakan bahwa sekitar pertengahan tahun 2015 mendapat undangan di grup BlackBerry Messenger (BBM) untuk datang di acara tabligh akbar FPI di markas FPI, Jalan Sungai Limboto, Makassar.

Saat itu, acara dihadiri sekitar 500-700 anggota FPI, termasuk Ustadz Fauzan Anshori, Ustadz Basri dan Munarman dari pengurus FPI pusat. Adapun materi yang diberikan antara lain tentang "Tegaknya Khilafah Islam" di bawah pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi. Khilafah yang dimaksud adalah ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).

"Juga ada ajakan kepada umat Islam untuk bergabung dengan khilafah Islam ISIS di bawah pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi," kata advokat Peradi ini.

Selanjutnya, di dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas nama terdakwa Ade Supriadi pada 30 Juli 2019, terungkap fakta bahwa mereka yang dibaiat sudah menyadari segala konsekuensi dari baiat tersebut. Yaitu serta-merta telah menjadi bagian dari Anshor Daulah dan daulah ISIS pimpinan Abu Bakar Al Baghdadi. Dengan demikian, semua seruan dan perintah yang diterima mereka yang dibaiat, harus dipatuhi.

Adapun seruan dan perintah dimaksud adalah, pertama, berhijrah dari darul kufar Indonesia ke darul Islam yaitu ISIS di Suriah atau yang terdekat ke Marawi Filipina. Kedua, bunuhlah warga negara yang mengirim tentaranya menyerang ISIS di Suriah seperti Amerika, Prancis, Rusia dan lain-lain.

Ketiga, buatlah ladang jihad di daerah masing-masing dengan cara memerangi negara dan aparat pemerintah yang tidak menggunakan hukum Islam seperti Indonesia. Dan keempat, siapkan diri secara fisik dan kemampuan dana dalam rangka melakukan kegiatan yang diserukan oleh Amir ISIS.

Karena itu, menurut Petrus, Rizieq Shihab, Munarman dan seluruh elit FPI harus dipandang telah terikat di dalam komitmen dan segala konsekuensi dari baiat JAD-ISIS.

"Termasuk seruan atau perintah yang harus dipatuhi terhitung sejak baiat anggota FPI di UIN Jakarta 2013, di Makassar 2015 dan di Medan 2019, sehingga harus dimintai pertanggungjawaban secara pidana," kata Koordinator TPDI ini.

Munarman ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI pada Selasa (27/4) sore. Polisi juga menggeledah rumah Munarman dan bekas markas FPI di Petamburan.

Seiring penangkapan Munarman, dari penggeledahan di Petamburan, polisi mengklaim menemukan sejumlah botol plastik berisi TATP.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan menyebut ini mirip dengan bahan peledak dalam kasus teroris Condet beberapa waktu lalu.

Tag:

comments