Bank Dunia: 76 Juta Penduduk Indonesia Tinggal di Zona Berisiko Tinggi Banjir
search

Bank Dunia: 76 Juta Penduduk Indonesia Tinggal di Zona Berisiko Tinggi Banjir

Zona Barat
Kondisi bencana banjir di Kalimantan Selatan. Foto: Voice of Dollar/Twitter.

Politeia.id -- Sebuah penelitian oleh Bank Dunia menyebutkan bahwa 76 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal di zona risiko banjir tinggi.

Jumlah itu sekitar 27 persen dari populasi Indonesia atau lebih dari 1 dari setiap 4 orang Indonesia.

"Dari 76 juta jiwa ini, 40 juta hidup dalam kemiskinan (hidup dengan kurang dari sekitar Rp 80.000 per hari) dan 2,6 juta dalam kemiskinan ekstrem (hidup dengan kurang dari Rp 30.000 per hari)," tulis laporan Bank Dunia pada 14 April lalu.

Secara keseluruhan, Bank Dunia menemukan perbedaan yang besar pada tingkat tidak terlindungnya berbagai bagian di setiap provinsi di tanah air terhadap banjir.

Untuk memahami skala risiko banjir di perkotaan Indonesia, Bank Dunia melakukan penilaian di tiga kota untuk melihat seberapa tinggi tingkat tidak terlindungnya masyarakat terhadap banjir, yaitu Bima, Manado dan Pontianak.

Ketiganya merupakan kota yang berpotensi menjadi kota ujicoba untuk program nasional ketangguhan banjir perkotaan yang tengah diajukan.

Risiko banjir akut di banyak kecamatan kota-kota tersebut, terutama di sepanjang dasar sungai, daerah aliran sungai dan pesisir pantai.

Perkiraan penelitian menunjukkan bahwa 64 persen penduduk (415.000 jiwa) yang tinggal di Pontianak menghadapi risiko banjir tinggi.

Kalimantan Barat sendiri memiliki jumlah populasi tertinggi terpapar risiko banjir tinggi dengan 44 persen.

Sedangkan 28 persen penduduk (13.000 jiwa) di Bima dan 18 persen (40.000 jiwa) di Manado terpapar risiko banjir tinggi.

Analisis Bank Dunia menunjukkan bahwa permukiman mana yang paling rentan di daerah dengan urbanisasi yang tinggi adalah masyarakat miskin.

Nilai properti dan harga sewa rumah yang rendah akibat risiko yang lebih tinggi dan infrastruktur yang berkualitas buruk membuat mereka rentan terpapar risiko banjir.

Hal ini membuat permukiman berpenghasilan rendah sangat rentan mengalami dampak yang lebih lama dari banjir yang parah.

Analisis tersebut menawarkan penilaian cepat tentang risiko banjir dan tingkat kemiskinan di semua kecamatan di ketiga kota tersebut.

Empat kecamatan diidentifikasi dengan risiko banjir yang sangat tinggi (lebih dari 20 persen populasi tidak terlindungi) di daerah dengan tingkat kemiskinan yang berada di atas rata-rata nasional. Tiga di antaranya berada di kota Bima.

Di beberapa kecamatan di Pontianak, lebih dari separuh penduduk tidak terlindungi -- di Pontianak Timur 99 persen dari seluruh penduduk tidak terlindungi dari banjir.

"Pendekatan analisis ini dapat dengan cepat menganalisis kerentanan sosial kota dan mengidentifikasi kecamatan dengan kerentanan tertinggi terhadap banjir" urai Bank Dunia.

Karena itu, Bank Dunia mendukung Pemerintah Indonesia untuk membentuk program ketangguhan banjir perkotaan nasional, termasuk melalui usulan melalui National Urban Flood Resilience Project dan melalui dukungan teknis yang didanai oleh Global Facility for Disaster Reduction and Recovery.

"Program nasional ini bertujuan untuk mengurangi kerentanan rumah tangga miskin dan rentan yang tinggal di daerah yang tidak terlindungi dari banjir di kota-kota yang berpartisipasi dalam program serta untuk berinvestasi dalam proyek percontohan di Indonesia," tutup Bank Dunia.*

Tag:

comments