Menelisik Asal-usul Paskah dalam Gereja Kristen
search

Menelisik Asal-usul Paskah dalam Gereja Kristen

Zona Barat
Perjamuan Paskah Yesus dengan para murid-Nya. Foto: officeholidays.com.

Politeia.id -- Hingga saat ini kita menerima keyakinan bahwa perayaan Paskah orang Kristiani tepat terjadi pada hari Minggu, yang merupakan hari kebangkitan Yesus dari mati.

Bagi orang Kristiani, perayaan Paskah merupakan puncak dari Tiga Hari Suci yang meliputi Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci.

Memang pada kenyataannya Paskah terjadi pada hari Minggu, namun penetapan tanggal setiap tahunnya selalu berubah-ubah.

Pada ghalibnya, hal ini tentu mempunyai latar historis tertentu.

Menurut Perjanjian Baru, Perjamuan Malam terakhir Yesus adalah makan malam yang dilakukan untuk peringatan Paskah (Passover) Yahudi (bdk. Luk 22:7-8, 22:13), atau pada malam tanggal 14 Nisan.

Jadi perhitungan Paskah orang Kristen didasarkan atas peristiwa ini, namun biasanya tanggalnya berbeda dengan Paskah Yahudi karena kalender dan sistem perhitungannya berbeda.

Sebagaimana tertera dalam kalender Julian, jika memang Yesus disalibkan pada tahun 30 Masehi maka itu tepat terjadi pada Jumat, 7 April menurut perhitungan Nisan (Yahudi).

Di lain pihak selama berabad-abad telah terjadi perdebatan mengenai tanggal perayaan kebangkitan Yesus.

Orang-orang Kristen Yahudi mula-mula, khususnya yang tinggal di Israel, Siria, dan Timur Tengah, secara alami ingin merayakannya pada tanggal 14 bulan Nisan, tanggal Paskah Yahudi.

Jemaat-jemaat di Asia Kecil (mengikuti tradisi Yohanes bahwa kematian Yesus terjadi pada saat pembunuhan domba Paskah) merayakan "Pascha" ("Allah melewati) pada tanggal 14/15 bulan Nisan, tanpa mempedulikan tanggal itu jatuh pada hari apa.

Praktik ini menyajikan suatu situasi yang menarik bagi Jemaat Kristen.

Orang-orang Kristen yang mempertahankan tanggal Yahudi melihat kepada orang-orang Yahudi untuk menentukannya.

Dalam Yudaisme, kalender yang berlaku adalah berdasarkan bulan.

Setiap bulan, termasuk Nisan, mencakup fase bulan, dan Paskah jatuh pada tanggal 14 bulan itu, yaitu pada saat bulan purnama.

Penetapan tanggal ini adalah sebuah proses "rahasia" yang dijaga di dalam Bait Yahudi dan kemudian dalam sinagoga, dan Yesus memperingati perayaan berdasarkan kalkulasi ini.

Agar merayakan kematian dan kebangkitan Kristus pada tanggal Paskah yang tepat selama setahun, Jemaat Kristen pada mulanya harus bergantung pada orang Yahudi.

Paskah Yahudi sendiri jatuh pada suatu hari dalam seminggu, dan ini tidak cocok dengan orang Kristen.

Namun mereka menghendaki suatu Minggu Kudus yang dimulai dengan Minggu Palma, yang diteruskan dengan Jumat Agung dan diakhiri oleh Minggu Paskah (Inggris: Easter).

Orang-orang Kristen yang berselisih untuk merayakan Paskah pada 14 Nisan dikenal sebagai "Quarto-decimanians", sebagian besar tinggal di bagian Timur Kerajaan Romawi.

Sementara itu, orang-orang Kristen di Barat, termasuk Roma, merayakan Paskah pada hari Minggu.

Ini adalah awal perpecahan yang membagi Gereja Orthodoks Timur dengan Katolik Roma.

Jadi tanggal untuk merayakan kebangkitan Yesus termasuk di antara kontroversi secara Kristologi yang luar biasa di Konsili Nicea tahun 325 M.

Konsili itu dengan suara bulat memutuskan bahwa perayaan Kebangkitan tidak akan berdasarkan tanggal Yahudi, tetapi akan jatuh pada hari Minggu mengikuti bulan purnama setelah musim semi.

Menarik sekali, bahwa perayaan hari Minggu sama sekali masih memberikan kesempatan bagi Jemaat untuk merayakan hari yang sama seperti orang Yahudi.

Sekali lagi, bagian Timur dan Barat menangani situasi itu secara berbeda.

Gereja Barat menetapkan suatu peraturan bahwa jika tanggal itu bertepatan dengan Paskah Yahudi, maka jemaat akan menunggu minggu depan untuk merayakannya.

Sebaliknya, Gereja Timur terus merayakan meskipun tanggal itu bertepatan dengan Paskah Yahudi.

Asal Mula Kata "Paskah"

Banyak orang Kristen sadar bahwa kata "Paskah" (Easter) tidak muncul dalam naskah bahasa Yunani dan Ibrani.

Pada kenyataannya, kata itu muncul dalam Alkitab bahasa Inggris, Kings James Version, yang tertera dalam Kis 12:4, tentang penangkapan Petrus atas perintah Herodes yang kemudian akan dihadapkan ke depan orang banyak setelah "Paskah".

Apa yang kita kenal pada hari ini sebagai perayaan Paskah berkembang setelah masa Perjanjian Baru.

Perjanjian Baru tidak menyinggung sebuah perayaan Kristen di mana kematian dan kebangkitan Kristus dirayakan, tetapi apa yang sungguh kita lihat adalah beberapa orang Kristen mula-mula terus merayakan perayaan Paskah Yahudi.

Dalam perjalanan Paulus ke Yerusalem di mana dia ditangkap dan dipenjarakan, sekitar akhir tahun 50 M, atau 30 tahun setelah kelahiran Jemaat Kristen, banyak orang-orang Kristen di Yerusalem bangga terhadap fakta bahwa mereka mempertahankan Hukum Taurat.

Lalu dari mana muncul kata easter?

Pada abad-abad permulaan, berawal dari cacatan kuno milik Beda Venerabilis, di Inggris orang sudah mengenal Dewi Eostre (di Jerman: Dewi Austro) sebagai dewi musim semi atau dewi kesuburan dan perpanjangan hidup, yang kira-kira dapat dibandingkan dengan Dewi Sri di Indonesia.

Hari Paskah selalu jatuh di sekitar- hari-hari perayaan Dewi Eostre itu.

Sebab itu lambat laun orang mengambil alih perayaan Dewi Oestre.

Kata Inggris dan Jerman untuk Paskah yaitu Easter atau Ostern, diambil dari nama Dewi Eostre atau Austro.

Juga kegiatan perayaan itu diambil alih dan diberi dengan isi yang baru.

Bagi orang di belahan bumi utara, Paskah bertepatan dengan musim semi, musim yang memperlihatkan munculnya kembali kehidupan.

Pohon-pohon yang selama musim gugur dan musim dingin menjadi gundul, kini mulai bertunas.

Bunga mulai bermekaran. Binatang-binatang keluar dari perlindungannya; suatu kehidupan dimulai lagi.

Kemunculan kata Ostara sebagai dewi musim semi ini tidak hanya tercantum dalam catatan Beda, dalam cerita-cerita dongeng Jacob Grimm dan kesusastraan kuno Skandinavia pun banyak menyinggung kemunculan Dewi Musim Semi ini.

Dalam catatan Linst dter, bangsa Anglosaxon diperintah oleh kerajaan-kerajaan dan pada tahun 597 M para misionaris Romawi berada di bawah perintah Papst Gregor didatangkan ke wilayah Jerman Sachsen dan Inggris.

Mereka mengkristenkan bangsa Anglosaxon melalui jalan politik yang damai.

Kebudayaan kuno Anglosaxon ini diubah menjadi budaya kristiani, seperti cara-cara pengkristenan bangsa Germanik lainnya.

Termasuk di dalamnya kebudayaan menyambut musim semi.

Sebagian sejarawan menyatakan bahwa demi mengkristenkan bangsa Anglosaxon, mereka merancang kebudayaan Kristen baru yang dimiripkan dengan budaya penyambutan dewi Ostara ini, agar kedua kebudayaan ini nampak mirip.

Akhirnya, setelah berhasil mengkristenkan bangsa Anglosaxon, muncullah akulturasi, perpaduan budaya.

Hari-hari "kebangkitan" alam diganti dengan hari-hari "kebangkitan" Yesus Kristus; hari-hari penyambutan dewi Ostara kini disebut dengan hari-hari Easter di Inggris, dan Ostern di Jerman.

Lambang telur dan kelinci pun diambil alih dan dijadikan lambang bahwa oleh kebangkitan Kristus, hidup kita dimulai lagi secara baru untuk menjadi hidup yang bersemi dan berlimpah. (Diolah dari berbagai sumber)*

Selamat merayakan Paskah 2021.

Tag:

comments