Pakar: Tak Perlu Terburu-buru Sebut Rizieq Rendahkan Martabat Peradilan
search

Pakar: Tak Perlu Terburu-buru Sebut Rizieq Rendahkan Martabat Peradilan

Zona Barat
Rizieq Shihab untuk pertama kalinya menyapa pendukungnya setelah kembali menginjakkan kaki di Indonesia, Selasa (10/11/2020). Foto: DW

Politeia.id -- Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel turut mengomentari kisruh kecil dalam persidangan eks imam besar Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab. Menurut Reza, publik tidak perlu terburu-buru membangun narasi tentang penghinaan terhadap kewibawaan hakim saat pengadilan terdakwa Rizieq secara daring.

Menurut Reza, persidangan daring bukan sekedar masalah format atau mekanisme penyelenggaraan. Ketika persidangan dilangsungkan secara virtual, ada sekian banyak dampak psikologis yang muncul.

"Sisi ini yang tampaknya vakum dalam cermatan lembaga dan sarjana hukum. Karena itu, ketika HRS menolak disidang secara daring, narasi yang seketika terbangun adalah perendahan terhadap lembaga peradilan dan penghinaan terhadap hakim," kata Reza dalam keterangan yang diterima Politeia.id di Jakarta, Minggu (21/3).

Reza membeberkan beberapa contoh dampak sidang online. Misalnya dalam sidang imigran ilegal, ketika disidang secara daring, lebih besar kemungkinannya untuk dideportasi. Juga, kriminal yang mengajukan jaminan lewat persidangan jarak jauh, jika dikabulkan, ternyata harus membayar jaminan dengan besaran hingga hampir seratus persen lebih tinggi.

"Lainnya, pemeriksaan terhadap saksi pada persidangan virtual cenderung menghasilkan penilaian bahwa saksi kurang cerdas, terlihat kurang menyenangkan, dan kesaksiannya kurang akurat," jelas dia.

Menurut Reza, terdakwa yang diadili secara virtual juga merasa didehumanisasi dan disconnected. Sehingga mereka lebih sering berteriak dan keluar dari ruang sidang.

Selain itu, posisi kamera yang menyorot hakim pun berpengaruh terhadap penilaian khalayak terkait wibawa dan kemampuan hakim mengatur jalannya persidangan. Kendala teknologi bisa menambah keraguan pihak-pihak di ruang sidang.

"Jadi, benar bahwa terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah harus dihadirkan secara paksa. Tapi di balik keharusan itu, apalagi ketika persidangan diadakan dalam format video conference, ada kompleksitas psikis yang harus dikelola secermat mungkin," jelas dia.

"Bukan langsung disimpulkan sebagai--katakanlah--kebengalan terdakwa. Andai diabaikan, konsekuensi buruknya tidak hanya mengena ke terdakwa, tapi bahkan juga ke hakim," imbuh Reza.

Diketahui, pada persidangan ketiga Rizieq yang digelar secara online sempat terjadi insiden atau kericuhan kecil. Sama seperti dua persidangan Rizieq Shihab sebelumnya, pihak kuasa hukum bersikeras ingin Rizieq Shihab hadir langsung di persidangan.

Sejumlah kuasa hukum Rizieq Shihab mencoba mendekat ke arah meja jaksa penuntut umum (JPU) sambil menunjuk-nunjuk. Suasana ruang sidang pun mendadak ricuh. Para kuasa hukum terus berteriak-teriak ke arah JPU dan hakim.

"Ini negara hukum. Kalian sudah disumpah," ujar salah satu kuasa hukum, sebagaimana dalam video yang beredar.

"Keluar-keluar. Silakan sidang sama tembok," kata salah satu kuasa hukum, Munarman.

Para kuasa hukum pun akhirnya memutuskan untuk walk out dari persidangan. Para kuasa hukum berkukuh meminta terdakwa Rizieq Shihab hadir dalam persidangan secara langsung.

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai, langkah terdakwa Rizieq Shihab walk out dari sidang virtual merupakan bentuk menghalangi proses hukum atau obstruction of justice.

"Tindakan WO tanpa izin Hakim, Ini memang merupakan obstruction of justice dalam bentuk misbehaving in court. Tidak berkelakuan baik dalam proses pengadilan," kata Indriyanto, Rabu (17/3), mengutip Kompas.com.

Menurut Indriyanto, Rizieq mungkin khawatir ada kecurangan jika ia tidak hadir langsung di ruang sidang.

Indriyanto mengatakan, Rizieq mungkin khawatir ada kecurangan jika ia tidak hadir langsung di ruang sidang. Namun, Indriyanto menilai langkah walk out yang dilakukan Rizieq dalam sidang virtual justru bisa merugikan mantan pemimpin Front Pembela Islam itu.

"Karena ia akan kehilangan hak membela diri yang diberikan oleh hukum," kata Indriyanto.

Indriyanto menambahkan, tidak ada yang salah dari langkah pengadilan tak menghadirkan Rizieq secara langsung ke ruang sidang. Sebab, sudah ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 yang mengatur bahwa dalam kondisi darurat kesehatan pandemi Covid-19, sidang dapat dilakukan virtual.

Tag:

comments