TPDI Nilai Penyebutan Tangkap Chaplin terkait Jusuf Kalla di Kasus Bank Bukopin Tak Proposional
search

TPDI Nilai Penyebutan Tangkap Chaplin terkait Jusuf Kalla di Kasus Bank Bukopin Tak Proposional

Zona Barat
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Foto: Setwapres RI)

Politeia.id -- Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengapresiasi langkah Bareskrim Polri yang telah menetapkan Dirut PT Bosowa Corporindo, Sadikin Aksa yang juga merupakan keponakan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sebagai tersangka dalam kasus Bank Bukopin.

Kendati demikian, dia menilai penyebutan nama JK di media sosial terkait kasus Bank Bukopin tidak proposional.

Menurutnya, pengungkapan kasus tersebut menjadi trending bukan karena angka kerugian yang diderita Bank Bukopin, namun karena Sadikin Aksa merupakan keponakan JK.

"Namun sangat disayangkan karena aksi publisitas dunia medsos itu telah melampaui bahkan sudah tidak proporsional dalam menempatkan nama JK seolah-olah menjadi pihak yang ikut bertanggung jawab dalam kasus Tindak Pidana Perbankan yang melibatkan Sadikin Aksa, keponakan JK selaku Dirut PT. Bosowa Corporindo, pemegang saham Bukopin," kata Petrus dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (14/3).

Bareskrim Polri mengumumkan status tersangka Sadikin Aksa pada Rabu (10/3) malam. Sadikin Aksa disebut mengabaikan perintah OJK yang tengah berupaya menyelamatkan PT Bank Bukopin Tbk dari tekanan likuiditas.

Saat Sadikin Aksa resmi berstatus tersangka, keyword ‘Tangkap Chaplin’ bergema di Twitter pada Jumat (12/3).

Adapun cuitan dengan keyword ‘Tangkap Chaplin’ tersebut didominasi oleh cuitan dan gambar sosok Jusuf Kalla yang merupakan sosok Paman dari Sadikin Aksa yang menjadi tersangka kasus Bukopin tersebut.

Dari beberapa cuitan yang menggunakan keyword ‘Tangkap Chaplin’ tersebut, beberapa pihak menduga adanya keterlibatan Jusuf Kalla dalam kasus yang menjerat ponakannya, Sadikin Aksa.

Petrus mengatakan, jika Bareskrim Mabes Polri melakukan penyidikan hanya pada aspek Tindak Pidana Perbankan dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus proaktif menyelidiki dari aspek tindak pidana korupsi (tipikor).

Alasannya, kata Petrus, Bank Bukopin merupakan perusahaan negara. Dengan demikian, KPK tidak boleh terpaku pada akitivitas OTT atau hanya sekedar mensupervisi langkah Bareskrim.

Menurut Petrus, sangat beralasan hukum jika KPK segera melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk memastikan apakah ada peristiwa korupsi dan pencucian uang di dalamnya, termasuk apakah ada intervensi kekuasaan yang melibatkan JK selaku wakil presiden atau setidak-tidaknya terdapat praktek mendagangkan pengaruh jabatan JK selaku wapres.

"KPK lebih baik segera melalukan langkah penyelidikan dan penyidikan secara progresif dan simultan guna memastikan apakah ada dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang atau tidak dalam tindak pidana perbankan tersebut, mengingat Bank Bukopin merupakan bank plat merah, yang disebut-sebut terdapat saham keluarga JK atas nama PT. Bosowa Corporindo," jelas advokat Peradi ini.

Lebih lanjut Petrus mengatakan, modus korupsi dengan mendagangkan pengaruh selalu masuk akal sehat. Alasannya, tipologi korupsi di Indonesia secara umum terjadi karena terdapat pihak-puhak yang senantiasa membawa nama seseorang dengan jabatan negara yang tinggi untuk mempengaruhi pejabat yang bersangkutan dalam pengambilan keputusan yang menguntungkan bagi Sadikin Aksa dkk. dalam PT. Bank Bukopin.

"Karena itu langkah cepat dari KPK sangat diperlukan, mengingat JK merupakan tokoh bangsa dan seorang negarawan yang nama baiknya harus dijaga, karena pada waktu yang bersamaan di jagad medsos nama JK ditulis dengan akronim dan dengan meme bermacam-macam, memvonis keterlibatan JK dengan narasi memfitnah hingga melampaui batas adat ketimuran dan hukum positif," kata dia.

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menetapkan Sadikin Aksa sebagai tersangka usai melakukan gelar perkara. Hasilnya, penyidik berkeyakinan mengantongi alat bukti rerkait perbuatan pidana yang diduga dilakukan Sadikin Aksa.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helmy Santika menjelaskan PT Bank Bukopin Tbk berstatus bank dalam pengawasan intensif OJK. Status itu disandang PT Bank Bukopin Tbk sejak Mei 2018.

PT Bank Bukopin Tbk diawasi intensif karena permasalahan tekanan likuiditas. Kondisi tersebut makin memburuk sejak Januari hingga Juli 2020.

Menurut Helmy, upaya lanjutan untuk menyelamatkan PT Bank Bukopin Tbk oleh OJK adalah dengan menerbitkan perintah tertulis kepada Dirut PT Bosowa Corporindo saat itu, yakni Sadikin Aksa. Perintah tertulis tertuang dalam surat OJK nomor: SR-28/D.03/2020 pada 9 Juli 2020.

Isi suratnya adalah memberikan kuasa khusus kepada tim technical assistance (TA) dari PT BRI untuk dapat menghadiri dan menggunakan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Bukopin Tbk.

OJK memberi batas waktu pemberian kuasa dan penyampaian laporan pemberian surat kuasa kepada OJK paling lambat 31 Juli 2020.

"Akan tetapi PT Bosowa Corporindo tidak melaksanakan perintah tertulis tersebut," ujar Helmy.

Helmy juga mengungkap fakta, Sadikin Aksa mengundurkan diri sebagai Dirut Bosowa Corporindo pada 23 Juli 2020. Namun pada 24 Juli 2020, Sadikin Aksa masih memghadiri kegiatan dalam kapasitas sebagai Dirut PT Bosowa Corporindo, bersama pemegang saham PT Bank Bukopin Tbk dan OJK.

"Pada tanggal 24 Juli 2020, SA masih aktif dalam kegiatan bersama para pemegang saham bank Bukopin, maupun pertemuan dengan OJK pada tanggal 24 Juli 2020, namun tidak menginformasikan soal pengunduran dirinya sebagai Dirut PT Bosowa Corporindo," jelas Helmy.

Tag:

comments