Kasus Orient Sama dengan Arcandra Tahar, Perlunya Merevisi UU Pilkada
search

Kasus Orient Sama dengan Arcandra Tahar, Perlunya Merevisi UU Pilkada

Zona Barat
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI). Foto: Politeia.id

Politeia.id -- Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menyoroti polemik kewarganegaraan Bupati Sabu Raijua terpilih, Orient P Riwu Kore.

Menurut dia, sebenarnya tak ada kendala hukum yang menghadang Orient untuk menjadi Bupati Sabu Raijua. Alasannya, meski Orient berkewarganegaraan Amerika Serikat, yang bersangkutan dijamin konsitusi yakni Pasal 28D ayat (4) UUD 1945 untuk dapat kembali menjadi warga negara Indonesia (WNI).

"Peristiwa hukum dalam kehidupan Orient terkait status kewarganegaraan menjadi hal biasa, ia bukan merupakan peristiwa pengkhianatan terhadap negara, melainkan peristiwa konstitusional," kata Petrus dalam keterangannya kepada Politeia.id di Jakarta, Rabu (17/2).

Selain Pasal 28D ayat (4) UUD 1945, kata Petrus, hak Orient untuk dapat kembali menjadi WNI diatur Pasal 26 UU Nomor 39 Tahun 2000 Tentang HAM dan pasal 31 UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI.

Dia menjelaskan, upaya Orient untuk kembali menjadi WNI telah dilakukannya sejak tahun 1997. Dimana Orient telah mendapatkan kembali KTP DKI Jakarta hingga mendaftarkan diri sebagai calon Bupati Sabu Raijua dan melewati semua tahapan proses Pilkada.

"Dinyatakan memenuhi semua persyaratan calon dan pencalonan, hingga lolos dalam pemilihan dan ditetapkan sebagai Bupati terpilih dalam Pilkada 2020 di Kabupaten Sabu Raijua," jelas dia.

Meski Orient secara administrasi belum terpenuhi, Petrus mengatakan bahwa publik tidak perlu khawatir. Dia menyebut Pemerintah pernah punya pengalaman bagaimana menyelesaikan persoalan WNI.

Kasus itu terjadi saat Presiden Jokowi menunjuk Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2016 lalu. Setelah dilantik, baru diketahui ternyata Arcandra juga memegang paspor Amerika Serikat.

"Pemerintah akhirnya mengambil sikap bijak dengan meneguhkan kembali kewarganegaraan Indonesia dan Arcandra dipercaya menjadi Wamen ESDM, melalui hak prerogatif Presiden," ujar dia.

Perlu terobosan melalui diskresi

Menurut Petrus, kasus Orient terjadi karena adanya ruang kosong, yakni tak adanya upaya administratif maupun upaya yuridis yang diatur Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Pilkada untuk mengajukan keberatan jika status warga negara dipersoalkan kemudian.

Oleh karena itu, lanjut Petrus, Kementerian Dalam Negeri perlu menunda sedikit waktu agar proses administrasi melepaskan status kewarganegaraan AS yang sudah ditanggalkan Orient sejak 1997 menjadi permanen dan Orient dapat dilantik segera.

Kendati demikian, meski prosesnya tak harus menggunakan hak preogratif Presiden sebagaimana dalam kasus Arcandra Tahar, Petrus meyakini Pemerintah dapat melakukan hal yang sama dalam kasus Orient.

"Karena posisinya sudah ditetapkan sebagai bupati terpilih hasil proses Pilkada yang demokratis, dimana mayoritas pemilih di Sabu Raijua tetap menghendaki Orient sebagai Bupati. Karena itu kewenangan Diskresi Mendagri menjadi opsi tepat melantik Orient sebagai Bupati setelah administrasi peneguhan WNI-nya selesai," kata dia.

Lebih lanjut Petrus mengatakan, kasus Orient harus menjadi momen untuk merevisi UU Pilkada. Alasannya, Berbeda dengan pemilihan presiden (pilpres), UU Pilkada tidak mensyaratkan secara absolut bahwa yang boleh menjadi calon kepala daerah hanyalah warga negara Indonesia.

"Dan tidak secara absolut melarang yang bukan warga negara Indonesia atau yang memiliki kewarganegaraan lain selain Indonesia, tidak boleh menjadi calon," kata advokat Peradi ini.

Tag:

comments