Profil Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama yang Jadi Google Doodle Hari Ini
search

Profil Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama yang Jadi Google Doodle Hari Ini

Zona Barat
Marie Thomas menjadi Google Doodle pada Kamis Rabu (17/2). Foto: Tangkapan Layar Google.

Politeia.id -- Google memberikan penghormatan khusus kepada Marie Thomas, dokter perempuan pertama Indonesia pada zaman kolonial.

Penghormatan itu diberikan dengan menjadikan sketsa wajah Marie Thomas di Google Doodle pada Rabu (17/2).

Tanggal ini bertepatan dengan peringatan kelahiran Marie pada 17 Februari 1896 di Likupang di wilayah Minahasa, Sulawesi Utara.

Google Doodle adalah perubahan logo khusus dan sementara di beranda Google untuk memperingati liburan, acara, prestasi, dan tokoh terkemuka.

Lantas, siapakah Marie Thomas?

Dinukil dari sumber tersedia, Marie Thomas adalah wanita pertama Indonesia yang berhasil menjadi dokter pada masa penjajahan Belanda.

Ia memiliki kemampuan khusus di bidang obstetri dan ginekologi.

Berkat kemampuan itu, ia menjadi satu-satunya dokter pertama Indonesia yang menjadi spesialis di bidang tersebut.

Marie juga adalah salah satu dokter pertama yang memakai alat pengaturan kelahiran dan intrauterine device.

Karena keahliannya itulah Google membuat sketsa unik dengan memperlihatkan Marie sedang menimang bayi yang berhasil ditangani kelahirannya.

Tidak hanya menekuni dunia kedokteran dan kebidanan, Marie juga terlibat dalam aktivisme politik.

Di Batavia (sekarang Jakarta) Marie pernah terlibat dengan partai Persatuan Minahasa di mana Sam Ratulangi juga pernah menjadi anggota.

Wanita Pertama di STOVIA

Marie menempa bakatnya di bidang kedokteran selama 10 tahun di STOVIA atau Sekolah tot Opleiding van Indische Artsen. Baru pada tahun 1922 ia lulus dari sekolah tersebut.

Di sekolah kedokteran pertama pada masa kolonial itu, Marie juga menjadi wanita pertama yang berhasil lulus.

Ini membuktikan bahwa ia bisa bersaing dengan sekitar 200 siswa laki-laki di angkatannya.

Perempuan kedua yang juga menamatkan pendidikan dari STOVIA adalah Anna Warouw (1924), yang juga berasal dari Minahasa.

Di sekolah kedokteran buatan Belanda itu Marie tidak mulus-mulus saja.

Ketika pertama kali masuk sekolah pada tahun 1912, ia sempat dilarang karena ada ketentuan seorang wanita pribumi dilarang menuntut ilmu di STOVIA.

Keberuntungan menghampiri Marie ketika Aletta Jacobs, seorang dokter wanita pertama di Belanda datang ke Indonesia pada tahun 1911.

Kepada Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg, Aletta mendesak agar mengubah kebijakan tersebut.

Hal itu berkat kedekatan ayahnya Adriaan Thomas, yang adalah seorang militer, dengan pemerintah Belanda.

Akhirnya, Marie pun diterima dan memulai pendidikannya.

Namun kendala lain kemudian muncul. Marie tidak bisa dipekerjakan oleh Layanan Kesehatan Sipil (Burgerlijke geneeskundige dienst) sehingga harus membayar uang sekolah sendiri, tidak seperti pelajar yang lainnya.

Aletta lagi-lagi datang membantu Marie untuk mewujudkan impiannya.

Ia meminta saudaranya, Charlotte Jacobs, untuk mendirikan yayasan untuk mengumpulkan dana bagi siswa perempuan yang belajar STOVIA.

Yayasan bernama Perkumpulan untuk Membentuk Dana Studi untuk Pendidikan Dokter Hindia Wanita ini didirikan pada 1 September 1912 dengan bantuan Marie van Zeggelen dan Elisabeth van Deventer dari Belanda.

Setelah lulus dari STOVIA, Marie mulai bekerja di rumah sakit Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ).

Sekarang rumah sakit itu bernama RSU Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Sering Berpindah Tugas

Dengan ayahnya yang seorang militer, Marie pun terkadang ikut berpindah tugas dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Mulai dari Batavia, Manado hingga Padang, Sumatra Barat.

Ke Padang, Marie mengikuti suaminya, Mohammad Joesoef, yang juga adalah seorang dokter asal Padang. Mereka menikah pada 16 Maret 1929.

Di sana, ia mengambil jabatan di Layanan Kesehatan Masyarakat (DVG atau Dienst der Volksgezondheid) di Rumah Sakit Budi Kemuliaan yang didirikan oleh yayasan STOVIA.

Ia sempat menjadi asisten Nicolaas Boerma, seorang dokter Belanda yang spesialisasi dalam bidang obstetri.

Beberapa tahun kemudian, keduanya kembali bertugas di Batavia.

Tidak lama kemudian, mereka kembali lai ke Padang dan menetap di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi).

Tahun 1950, ia mendirikan sekolah kebidanan di Bukittinggi, yang merupakan sekolah kebidanan pertama di Sumatra dan yang kedua di Indonesia.

Pada 10 Oktober 1966, ketika berumur 70 tahun, Marie pun meninggal dunia. Ia dimakamkan di Bukittinggi.*

Tag:

comments