Sri Mulyani Pastikan Indonesia Resesi, Apa Dampaknya bagi Kita?
search

Sri Mulyani Pastikan Indonesia Resesi, Apa Dampaknya bagi Kita?

Zona Barat
Menteri Keuangan Sri Mulyani/Foto Spesial

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resmi resesi pada kuartal III-2020. Hal itu menyusul revisi proyeksi yang dilakukan Kementerian Keuangan.

Sri Mulyani mengatakan, pihak Kementerian Keuangan melakukan proyeksi perekonomian Indonesia untuk tahun 2020 secara keseluruhan menjadi minus 1,7% sampai minus 0,6%.

"Forecast terbaru kita pada September untuk 2020 adalah minus 1,7% sampai minus 0,6%. Ini artinya, negatif territory kemungkinan terjadi pada kuartal 3," kata Sri Mulyani dalam video conference APBN KiTa, Selasa (22/9).

Realisasi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II-2020 minus 5,32%. Resesi akan terjadi jika pertumbuhan ekonomi nasional kembali negatif di kuartal berikutnya. Resesi adalah kondisi di mana pertumbuhan ekonomi minus dua kuartal berturut-turut.

"Dan mungkin juga masih berlangsung untuk kuartal 4 yang kita upayakan bisa mendekati 0 atau positif," jelasnya.

Meski secara tahunan ekonomi nasional berada di zona negatif, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku angka proyeksi Kementerian Keuangan tidak sedalam proyeksi beberapa lembaga internasional.

Sebelumnya Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 0%, IMF di level minus 0,3%, OECD di level minus 3,3%, ADB di level minus 1%, dan Bloomberg di level minus 1%.

"Tahun depan, kita gunakan sesuai RUU APBN 2021 yakni 4,5-5,5% dengan forecast titik di 5,0%. Bagi institusi lain, rata- rata berkisar antara 5-6%. OECD tahun depan prediksi 5,3, ADB sama 5,3, bloomberg median view 5,4, IMF 6,1, WB 4,8," katanya.

"Semua forecast ini tergantung pada perkembangan pandemi dan bagaimana ini pengaruhi aktivitas ekonomi," ungkapnya.

Dampak Resesi Ekonomi

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan resesi ekonomi juga dapat diartikan sebagai tekanan dalam ekonomi baik pada sektor keuangan maupun sektor riil.

Munculnya resesi ekonomi, biasanya ditandai dengan sejumlah hal. Misalnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan berlanjut dan semakin merata di hampir semua sektor pekerjaan.

"Mau perdagangan, transportasi, properti, sampai ke industri akan melakukan efisiensi pekerja untuk tekan biaya operasional," kata Bhima, Rabu (23/9)

Hingga akhir tahun ini, Bhima meramalkan akan ada 15 juta pekerja yang terkena imbas sehingga harus di-PHK oleh perusahaannya. Termasuk di antaranya startup yang namanya belakangan sedang melambung, juga akan berguguran.

"Tak hanya itu, daya beli masyarakat juga akan menurun karena kehilangan pendapatan. Dan itu berpengaruh ke naiknya orang miskin baru. Pastinya, angka kriminalitas juga meningkat," lanjut Bhima.

Melansir Forbes, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Selama resesi, ekonomi berjuang, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.

Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami: produk domestik bruto (PDB) negatif, meningkatnya tingkat pengangguran, penurunan penjualan ritel, ukuran pendapatan menurun, manufaktur yang berkontraksi untuk periode waktu yang panjang.

Salah satu solusi yang dapat diambil apabila terjadi resesi yakni dengan mengandalkan belanja pemerintah untuk mendorong aktivitas ekonomi.

"Misalnya bantuan langsung tunai (BLT) diperluas dan pekerja informal juga harus dikasih uang tunai bukan sekedar yang formal dan punya BPJS Ketenagakerjaan," kata Bhima.

Kemudian, lanjutnya, serapan anggaran stimulus juga tidak boleh lambat.

"Perlu digenjot mendekati 100 persen dengan realokasi dan remodeling pos yang serapannya macet seperti halnya subsidi bunga UMKM dan PPH 21 DTP," tambahnya.

Sementara itu, untuk masyarakat, harus bersiap dengan fokus pada belanja kebutuhan pokok. Bhima menyarankan agar masyarakat untuk tidak mudah tergiur belanja hanya untuk menuruti gaya hidup semata.

"Di tengah resesi, jangan ikut latah belanja karena gaya hidup, nanti utang sana sini malah makin terjepit. Siapkan dana darurat secukupnya kalau sakit atau di PHK mendadak," jelasnya.

Lebih lanjut, Bhima menekankan kepada pemerintah untuk mengantisipasi jika resesi ekonomi berlanjut pada 2021 mendatang. Bila berlanjut, akibatnya Indonesia akan mengalami satu fase yang disebut depresi ekonomi.

"Masih terbuka kemungkinan (depresi ekonomi). Karena penanganan pandemi yang belum optimal sehingga masyarakat masih menahan belanja. Padahal konsumsi rumah tangga merupakan motor utama perekonomian," kata Bhima.

Selain itu, depresi ekonomi adalah suatu situasi yang belum pernah terjadi sejak Indonesia merdeka.

"Waktu itu kita alami depresi saat masih jadi Hindia-Belanda, di periode 1929-1934. Depresi menyebabkan kelaparan massal di Jawa waktu itu," lanjutnya.

Apabila terjadi depresi ekonomi, akan terjadi gelombang perusahaan yang pailit. Kemudian disusul PHK massal di hampir seluruh sektor usaha, angka kemiskinan naik tajam dan pendapatan masyarakat turun sehingga memukul daya beli.

Oleh karena itu, Bhima menyarankan agar pemerintah melakukan aksi cepat dengan perluasan bantuan sosial model cash transfer ke masyarakat rentan miskin agar langsung di belanjakan.

"Kemudian, pemerintah harus jaga UMKM karena penyerapan tenaga kerja di sektor formal tidak bisa diharapkan maka UMKM yang jadi buffer," papar Bhima.

Terakhir, saran dia, dorong transformasi sektor digital karena di tengah pandemi aktivitas masyarakat sebagian bergeser ke digital.

Tag:

comments