LPAI: Aisha Wedding, Apanya yang Bikin Pening?
search

LPAI: Aisha Wedding, Apanya yang Bikin Pening?

Zona Barat
Ketua Bidang Pemantauan dan Kajian Perlindungan Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Reza Indragiri Amriel. Foto: Republika

Politeia.id -- Ketua Bidang Pemantauan dan Kajian Perlindungan Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Reza Indragiri Amriel menyoroti promosi perkawinan anak yang dilakukan oleh wedding organizer bernama Aisha Weddings (AW) yang tengah ramai menjadi perbicangan publik.

Menurut Reza, ada tiga hal yang perlu ditinjau dari promosi Aisha Weddings ini. Pertama Aisha Wedding (AW) sebagai website, kedua, AW sebagai perusahaan, dan ketiga, pernikahan usia anak-anak.

Terkait aspek pertama, Reza mempertanyakan keberadaan event organizer (EO) bernama Aisha Wedding. Jika benar-benar ada, maka yang perlu diusut adalah motifnya.

"Apakah EO itu memang benar-benar ada? Atau cuma websitenya saja, dan bisnis yang sebenarnya tidak ada? Kalau ternyata AW cuma nama website tanpa sungguh-sungguh ada perusahaannya, maka perlu diusut apa motif pembuat situs tersebut," kata Reza dalam rilis pers yang diterima Politeia.id, Kamis (11/2).

Jika dianggap bahwa EO bernama AW itu benar -benar ada, maka pertanyaan selanjutnya adalah delik pidana yang dilaporkan ke polisi.

"Kalaulah dianggap caption pada situs AW tersebut dianggap bertentangan dengan kampanye pencegahan pernikahan anak-anak, maka apakah perbuatan AW tersebut bisa dijatuhi sanksi pidana?. Yang terpenting sekarang, karena KPAI dikabarkan sudah melapor ke Polri, silakan lembaga negara tersebut kasih penjelasan, apa yang dilaporkan dan apa UU yang terindikasi dilanggar?," tanya Reza.

Ahli psikolog forensik ini mengatakan ada beberapa hal yang perlu diurai dalam kasus ini yakni terkait undang-undang perkawinan, undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPO), UU Perlindungan Anak (eksploitasi dan perdagangan anak) dan lain-lain.

"Situs AW menyebut usia 12-21 tahun. Untuk pernikahan usia 12 sampai sebelum 19 tahun, memang `bertentangan` dengan UU Perkawinan. Tapi jangan salah lho. UU yang sama membuka ruang bagi terjadinya perkawinan di bawah 19 tahun. Jadi, dalam gambaran ekstrim, pernikahan remaja 15 tahun adalah sah berdasarkan UU Perkawinan jika syaratnya terpenuhi. Dari poin ini saja tampaknya semakin goyah unsur pidana dalam AW," kata dia.

Sisi lain, lanjut Reza, kampanye penolakan pernikahan anak adalah baik adanya. Kendati demikian, Reza mengaku sejak lama dia mempersoalkan ketidakhadiran negara dengan bobot setara untuk menaruh atensi dan menekan seks, termasuk di kalangan anak-anak di luar pernikahan.

"Yang terkesan kuat sekarang justru seks di luar pernikahan adalah silakan saja asalkan konsensual (mau sama mau), tidak menularkan penyakit, dan tidak mengakibatkan kehamilan yang tidak dikehendaki," ujar dia.

Dari tiga hal semacam itu, jelas Reza, berkumandanglah program kondomisasi, `suami istri` tanpa ikatan pernikahan, dan propaganda perilaku seks sejenis.

Padahal, dirinya sangat yakin, jumlah anak yang melakukan seks di luar nikah amat sangat jauh lebih banyak daripada anak-anak yang menikah pada usia belia.

"Seks di luar nikah ini pula yang menjadi salah satu penyebab pernikahan anak-anak. Sehingga, tidak tepat memandang pernikahan anak-anak sebagai masalah yang terisolasi dari masalah-masalah lain. Selama fenomena seks di luar nikah tidak menerima perhatian negara, lalu terjadi kehamilan juga di luar nikah, jangan harap kampanye mencegah pernikahan anak-anak akan mencapai sasarannya," kata dia.

Aisha Weddings telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Sahabat Milenial Indonesia (SAMINDO) -SETARA Institute lantaran mempromosikan pernikahan anak.

"Kami mendalami dan membuka web terkait yaitu aishawedding.com, nah di sana ada anjuran bahkan mewajibkan anak perempuan menikah di usia 12 tahun sampai 21 tahun," kata advokat dan penggiat SAMINDO-SETARA Institute, Disna Riantina di Polda Metro Jaya, Rabu.

Disna menilai promosi tersebut telah melanggar undang-undang di Indonesia salah satunya adalah UU Perlindungan Anak dan Perempuan.

"Jelas melanggar undang-undang, karena kita mengatur tentang perlindungan anak, anak itu 18 tahun ya, jadi ada pelanggaran di situ," tambahnya.

Dia juga menyinggung soal isi web aishawedding.com yang menggiring opini untuk merendahkan derajat perempuan.

"Dalam web itu ditulis bahwa cepat-cepatlah menikah agar tidak menjadi beban orang tua kalian. Opini itu yang dibentuk hingga mendiskreditkan perempuan," ujar Disna.

Disna mengungkapkan penggiat SAMINDO telah melengkapi barang bukti untuk laporan polisi secara resmi, seperti alamat situs yang sempat terpublikasi, layar tangkap situs aishaweddings.com dan pamflet yang disebar ke rumah warga."Pamflet yang disebar itu dibungkus lipatan koran yang dimasukkan plastik di daerah Kebayoran Baru," ujar Disna.

Laporan tersebut telah diterima dengan nomor laporan TBL/800/II/Yan 2.5/2021/SPKT PMJ tanggal 10 Februari 2021.

Adapun pasal yang dipersangkakan dalam laporan tersebut yakni Tindak Pidana Tentang Informasi dan atau Transaksi Elektronik dan atau Tindak Pidana Tentang Perlindungan Anak dan atau Tindak Pidana Tentang Perkawinan Pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 UU RI No.19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau UU RI No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau UU RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Tidak hanya itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga melaporkan terkait penyelenggara pernikahan dengan situs aishaweddings.com ke Mabes Polri.

"Masalah wedding organizer yang sekarang telah dilaporkan KPAI ke Bareskrim Polri," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian Republik Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Rusdi Hartono, di Jakarta, Rabu.

Penyidik sedang mendalami untuk menyelidiki pelanggaran hukum atas situs penyelenggara pernikahan itu. "Tentunya Bareskrim Polri akan mendalami permasalahan ini, untuk bagaimana masalah-masalah yang muncul di masyarakat ini bisa diselesaikan secara tuntas," kata jenderal bintang satu ini.

Tag:

comments