Terbitkan Perpres Pencegahan Ekstremisme, Begini Peringatan Pakar untuk Jokowi
search

Terbitkan Perpres Pencegahan Ekstremisme, Begini Peringatan Pakar untuk Jokowi

Zona Barat
Pakar intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta. Foto: Net.

Politeia.id -- Presiden Joko Widodo di periode kedua pemerintahannya makin tegas mengelola dan mengendalikan pelbagai masalah di tanah air untuk memperkokoh dan memastikan jalannya agenda pembangunan nasional.

Terbaru, Presiden "wong cilik" menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE).

Perpres RAN PE ini merupakan platform minimal untuk mengendalikan ancaman dan bahaya praktik ekstremisme di Indonesia, termasuk terorisme.

Salah satu poin inti dalam Perpres ini adalah pelibatan masyarakat dalam upaya pencegahan ekstremisme.

Caranya adalah dengan mengadakan pelatihan pemolisian masyarakat yang mendukung upaya pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Menurut pakar terorisme Stanislaus Riyanta, pelibatan masyarakat dalam upaya pencegahan terorisme di Indonesia relevan dilakukan saat ini.

Hal itu mengingat makin tingginya praktik dan keterlibatan masyarakat dalam jaringan terorisme.

Stanis pun menyambut positif upaya pemerintah untuk mengadakan program pelatihan untuk merespons keperluan peran kepolisian masyarakat dalam mencegah ekstremisme dan terorisme.

Pelatihan tersebut, kata pakar intelijen, bisa dilakukan oleh Kepolisian RI dan dibantu oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

"Pelatihan itu diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan keterampilan polisi serta masyarakat dalam upaya pencegahan ekstremisme," ujar Stanis saat dihubungi di Jakarta, Minggu (17/1) malam.

Ia menambahkan, strategi melibatkan masyarakat dalam pencegahan ekstremisme adalah strategi yang sangat tepat, karena pemerintah tidak bisa sendirian dalam mencegah dan menangani ekstremisme.

Namun, Stanis mengingatkan Jokowi agar dalam program pelatihan perlu didetailkan siapa pesertanya, bagaimana bentuk dan materi pelatihannya, lalu hasil apa yang diharapkan dari pelatihan tersebut, dan yang paling penting apa hak dan kewajiban dari peserta pasca pelatihan.

Ia menandaskan bahwa jika pelatihan dalam konteks penguatan kapasitas untuk mampu melakukan deteksi dini ekstremisme dan membangun sikap nasionalisme di masyarakat sehingga tidak terpengaruh untuk mengikuti paham yang mengarah pada pemikiran radikal dan tindakan ekstremisme tentu sebuah upaya yang baik.

"Tetapi jika mengarah kepada fungsi-fungai pemolisian, meskipun terbatas, sebaiknya dikaji lagi terutama potensi benturan antara kelompok yang pernah menerima pelatihan dengan kelompok tertentu yang dianggap garis keras dan berpotensi melakukan ekstremisme," tandas Stanis.

Untuk itu, pakar keamanan nasional menggarisbawahi pemerintahan Jokowi perlu memberikan klarifikasi mengenai definisi pemolisian sebagaimana tercantum dalam Perpres RAN PE.

Pasalnya, dalam masyarakat awam, tindakan pemolisian cenderung dilihat sebagai tindakan hukum. Karena itu, jika masyarakat terlibat dalam tindakan pemolisian maka akan mengarah pada tindakan main hakim sendiri.

"Jika konteksnya membangun kesadaran masyarakat untuk deteksi dini dan cegah dini ekstremisme itu bagus, karena memang perlu keterlibatan masyarakat," pungkas Stanis.*

Tag:

comments