Aliansi Masyarakat Sipil: Investigasi Komnas HAM Jadi Pijakan Ungkap Penembakan Laskar FPI
search

Aliansi Masyarakat Sipil: Investigasi Komnas HAM Jadi Pijakan Ungkap Penembakan Laskar FPI

Zona Barat
Polisi bernegosiasi dengan laskar FPI. Foto: Twitter.

Politeia.id -- Aliansi Masyarakat Sipil berpendapat soal hasil investigasi Komnas HAM dapat menjadi pijakan bersama pengungkapan kasus kematian enam anggota FPI di km 50 jalan tol Jakarta-Cikampek, beberapa waktu lalu.

Menurut aliansi, hasil investigasi Komnas HAM terhadap insiden kematian enam anggota FPI di tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020 dapat dipertanggungjawabkan independensinya dan hasil itu juga memenuhi unsur tanggung gugat sesuai standar UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Aliansi Masyarakat Sipil yang menyampaikan hal itu terdiri dari IMPARSIAL, PBHI, ELSAM, HRWG, ICJR, Setara Institute, PIL-Net Indonesia, LBH PERS, Institut Demokrasi dan Keamanan (IDeKa), dan KontraS.

"Laporan Komnas HAM menjadi penting dalam upaya mengurai dan menemukan titik terang peristiwa yang terjadi di tengah berbagai kesimpangsiuran informasi yang berkembang di publik, serta mengungkap fakta-fakta seputar peristiwa secara lebih objektif, transparan dan akuntabel," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Jumat (8/1).

Laporan hasil investigasi Komnas HAM mengungkap keenam anggota FPI meninggal dunia dalam dua peristiwa yang berbeda, meski masih dalam satu rangkaian.

Dua di antaranya meninggal tertembak ketika masih berada di dalam mobil Chevrolet Spin milik mereka, pada saat terjadi dugaan baku-tembak antara anggota FPI dengan polisi. Sedangkan empat yang lain meninggal tertembak di dalam mobil Daihatsu Xenia milik polisi, setelah kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek.

Selain itu, pada lokasi terjadinya rangkaian insiden itu, juga ditemukan sejumlah proyektil dan selongsong peluru, yang berdasarkan hasil uji balistik Komnas HAM, beberapa diantaranya ada yang identik dengan senjata api organik milik aparat Kepolisian.

Sebagian lain identik dengan senjata api rakitan yang diduga milik anggota FPI, yang telah disita polisi.

Maulidiyanti menegaskan proses pengungkapan harus segera dilakukan, baik yang terkait penembakan oleh polisi terhadap anggota FPI, dugaan kepemilikan senjata oleh anggota FPI, serta rangkaian peristiwa yang mengawalinya.

Ia menegaskan setiap tindakan yang diambil dan dilakukan polisi, meski dalam proses penegakan hukum sekalipun, harus sepenuhnya sesuai standar HAM.

Hal itu, lanjut dia, berarti tindakannya musti sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, prosedur tetap internal kepolisian, serta harus terukur dan dapat dipertanggungjawabkan, termasuk dalam penggunaan senjata api.

Meninggalnya anggota FPI juga harus dapat dipertanggungjawabkan oleh kepolisian. Terkait dugaan kepemilikan dua senjata api oleh anggota FPI, sebagaimana ditemukan baik oleh polisi maupun hasil investigasi Komnas HAM, perlu diselidiki lebih lanjut, termasuk asal-usul dan sumber senjata api itu.

"Dugaan kepemilikan senjata api oleh anggota laskar FPI merupakan salah satu masalah yang harus diungkap, selain juga rangkaian peristiwa yang melatarbelakangi dan mengawali terjadinya insiden itu," katanya.

Temuan Komnas HAM termasuk uji balistik yang telah dilakukan, dapat dijadikan petunjuk awal menemukan fakta-fakta lebih lanjut.

Sementara itu Deputi Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi HAM (ELSAM), Andi Muttaqien, pun menilai proses investigasi Komnas HAM sudah sejalan dengan tugas dan kewenangan Komnas HAM. Investigasi juga berjalan secara terbuka dan informatif.

"Bahkan, Komnas HAM secara khusus mengikutsertakan masyarakat sipil sebagai pengamat independen dalam proses uji laboratoriom forensik terhadap berbagai bukti yang terkait dalam proses investigasi," kata dia.

Oleh karena itu, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengatakan, hasil investigasi Komnas HAM dapat dijadikan sebagai pijakan bersama dalam proses selanjutnya.

Ia meminta pemerintah, khususnya polisi, untuk menindaklanjutinya secara transparan dan akuntabel setiap rekomendasi dari hasil investigasi Komnas HAM.

"Tidak hanya proses hukum sebagaimana disinggung di atas, tetapi juga termasuk pembenahan prosedur tetap internal Kepolisian, untuk memastikan kerja-kerja Kepolisian yang sejalan dengan standar hak asasi manusia," kata dia.

Ia menegaskan mekanisme pengawasan internal Kepolisian juga perlu diperkuat, terutama pengawasan dari dalam institusi kepolisian, maupun pelibatan dari Komisi Kepolisian Nasional, guna memastikan ketepatan prosedur dari semua kerja-kerja Kepolisian.

Tag:

comments