Ekonom Bantah Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,5% di Tahun 2021
Politeia.id -- Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya membantah klaim pemerintah mengenai proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 yang mencapai 5,5 persen.
Menurut Berly, ekonomi Indonesia tidak bisa tumbuh sesuai estimasi lantaran pandemi virus corona yang belum mereda hingga awal tahun ini.
Meski proses vaksinasi akan berjalan pekan depan, Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) ini tidak bisa menjamin ekonomi tumbuh positif tahun ini.
Pasalnya, proses vaksinasi berjalan cukup lama, yaitu selama 15 bulan, terhitung sejak Januari 2021 dan baru selesai pada Maret 2022.
Artinya, pemerintah membutuhkan waktu lebih lama untuk memulihkan ekonomi ke jalur positif.
"Indonesia negar besar dan kepulauan, jadi wajar perlu waktu untuk vaksinasi," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (6/1).
Karena itu, Berly tetap pada pendirian proyeksi INDEF sebelumnya bahwa ekonomi Indonesia hanya tumbuh di kisaran 2,5-3 persen.
Ia menandaskan bahwa pemulihan ekonomi tidak bisa terjadi serta merta dengan adanya vaksinasi. Dengan demikian, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi baru pulih pada tahun 2022.
"Kalkulasi INDEF pertumbuhan ekonomi 2021 di kisaran 2,5-3 persen," papar Berly.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad sebelumnya memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya mampu mencapai 3% saja. Tauhid menilai, Indonesia tidak mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai target sebesar 4-5 persen.
Salah satu indikator kunci, kata Tauhid, adalah tingkat permintaan atau konsumsi yang masih belum normal.
Selain itu, penyerapan program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang dianggarkan tahun ini masih belum maksimal.
Untuk program perlindungan sosial, pun belum dapat menggerakkan permintaan domestik. Lagipula, pemerintah berencana menurunkan jumlah bantuan sosial untuk masyarakat.
Aspek lain yang turut membuat ekonomi sulit bertumbuh adalah ketersediaan vaksin. Meski Indonesia kebut akan memberikan vaksin bulan ini, tetapi karena jumlah vaksin masih terbatas, maka akan tetap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
"Ketersediaan vaksin pada tahun depan juga masih terbatas. Sungguh pun vaksin sudah tersedia hingga 70% dari populasi, tentunya proses distribusi dan vaksinasi akan memerlukan waktu, dan selama proses tersebut pembatasan aktivitas dan protokol kesehatan masih akan berlanjut," ujar Tauhid, November lalu.
Pekan lalu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengaku optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 akan menyentuh 5,5 persen.
Optimisme tersebut tidak lepas dari seluruh rangkaian strategi dan kebijakan yang sudah dipersiapkan oleh pemerintah dalam rangka mempercepat upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN).
"Dengan berbagai kombinasi kebijakan dan peluang yang kita manfaatkan secara optimal, maka diharapkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh di sekitaran atau kisaran 4,5 hingga 5,5 persen di tahun 2021," ujarnya di Jakarta, Minggu (3/1).
Agus menegaskan, tekad pemerintah mengejar laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen pada 2021, sejalan dengan proyeksi pertumbuhan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional.
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), misalnya, memproyeksi ekonomi global pada 2021 tumbuh sebesar 4,0 persen. Sedangkan, Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan di angka 5,3 persen dan Dana Moneter Internasional (IMF) membidik 5,2 persen.
Selain itu, Bank Dunia memprediksi ekonomi global pada tahun depan bakal berada di kisaran 4,4 persen, dan Bloomberg Median memasang target sekitar 5,6 persen.
"Sementara untuk outlook APBN, yang sudah ditetapkan pertumbuhannya sebesar 5,0 persen," jelas Agus.
Ia menyebutkan, beberapa langkah strategi yang dilakukan pemerintah untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi tahun ini, antara lain dengan pemberian vaksin kepada masyarakat.
Selain vaksinasi, kunci pendorong pertumbuhan ekonomi nasional di 2021 juga meliputi implementasi Undang-Undang Cipta Kerja. Kemudian, penerapan program PEN digencarkan pada 2021.
Pemerinta, kata dia, juga akan melanjutkan dukungan kebijakan untuk pemberdayaan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Tak hanya itu, pemerintah akan melakukan penyusunan daftar prioritas investasi (DPI) serta pembentukan lembaga pengelola investasi atau LPI," papar Agus.
Sedangkan untuk pengungkit pertumbuhan ekonomi lainnya, adalah program ketahanan pangan, pengembangan kawasan industri, mandatori B30, dan program padat Karya.
"Tentunya bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan adalah mutlak, sehingga pertumbuhan ekonomi nasional akan lebih cepat kembali bangkit pada tahun 2021 ini," tandasnya.*
comments