Senat Argentina Sahkan RUU Aborsi, Negara Terpecah Jadi Dua Kubu
search

Senat Argentina Sahkan RUU Aborsi, Negara Terpecah Jadi Dua Kubu

Zona Barat
Sekelompok perempuan merayakan kemenangan kampanye legalisasi aborsi di Argentina. Foto: CBS News.

Politeia.id -- Senat Argentina akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) aborsi setelah melewati debat penting. Pengesahan tersebut menjadikan Argentina negara keempat di Amerika Latin yang melegalkan praktik aborsi, untuk melawan pengaruh kuat Gereja Katolik di negara Paus Fransiskus tersebut.

Dalam sebuah pemungutan suara yang kontroversial selama 12 jam pada Selasa (29/12) sore, Senat memberikan dukungan 38 suara, sedangkan 29 suara lainnya menentang dengan satu suara abstain.

Pemungutan suara ini merupakan hasil kampanye panjang di negara yang tetap terpecah belah terkait masalah aborsi.

Meski demikian, keputusan tersebut menandai perubahan yang lebih luas di Amerika Latin yang konservatif di mana ada seruan yang berkembang untuk hak reproduksi bagi perempuan.

Di seluruh Amerika Latin, aborsi hanya berlaku di Kuba, Uruguay beberapa bagian Meksiko, termasuk juga di Guyana. Di Brazil, Chili dan Kolombia, aborsi masih dilarang keras oleh kaum konservatif.

Ketika pemungutan suara berlangsung, puluhan ribu orang memadati alun-alun di sekitar Kongres Nasional dan meneriakkan "aborsi legal di rumah sakit" saat suara dihitung.

Sementara itu, para penentang RUU aborsi juga berkumpul di luar Kongres Nasional, menggelar misa dan berdoa agar legislator membatalkan RUU tersebut.

"Begitu banyak hal yang telah kita lalui atau yang telah diderita oleh orang yang kita cintai. Itu memakan waktu terlalu lama, tapi sekarang ada di sini untuk orang lain, dan untuk kita juga. Dan itu luar biasa," kata Viviana Rios Alvarado sambil memeluk beberapa temannya untuk merayakan kemenangan, mengutip Aljazeera, Rabu (30/12).

Presiden Alberto Fernandez yang menjadi presiden pertama yang berani mengajukan RUU aborsi, tampak sumringah senang menyaksikan kemenangan kampanyenya untuk melindungi perempuan Argentina.

Alberto sendiri membuka debat panas mengenai RUU ini dua tahun lalu, dengan janji membuat aborsi legal, aman dan gratis, setelah 14 minggu pertama kehamilan.

"Hari ini kita adalah masyarakat yang lebih baik yang memperluas hak-hak perempuan dan menjamin kesehatan masyarakat," katanya dalam sebuah pernyataan di akun Twitter.

"Kami membuat sejarah. Kami melakukannya bersama. Tidak ada kata untuk saat ini, itu melewati tubuh dan jiwa," ujar Monica Macha, seorang politisi dengan koalisi penguasa kiri-tengah Presiden Alberto Fernandez yang mendukung RUU.

"Mengadopsi undang-undang yang melegalkan aborsi di negara Katolik sebesar Argentina akan mendorong perjuangan untuk memastikan hak-hak perempuan di Amerika Latin," kata Juan Pappier, peneliti senior Amerika di Human Rights Watch.

"Meskipun pasti akan ada perlawanan, saya pikir cukup adil untuk memprediksi bahwa, seperti yang terjadi ketika Argentina melegalkan pernikahan sesama jenis pada 2010, undang-undang baru ini dapat memiliki efek domino di wilayah tersebut," imbuhnya.

Erika Guevara Rosas, kepala divisi Amnesti Internasional Amerika, menyebutnya sebagai "kemajuan simbolik dalam pembelaan hak asasi manusia" dan mengirimkan "pesan harapan yang kuat ke seluruh benua kita".

Diketahui, hukum Argentina hingga saat ini hanya mengizinkan aborsi jika terdapat risiko serius bagi kesehatan ibu atau dalam kasus pemerkosaan. Begitu pula dengan perkawainan inses atau ibu yang terkadang kesulitan menemukan dokter.

Kelompok pro aborsi berpendapat bahwa kriminalisasi aborsi merugikan perempuan dari kelompok yang paling rentan yang seringkali dipaksa untuk melakukan aborsi ilegal yang berbahaya.

Gereja Katolik Argentina yang kuat berpendapat bahwa praktik tersebut melanggar hak untuk hidup. Lagipula, Argentina adalah tempat kelahiran Paus Fransiskus.

Paus Fransiskus sendiri telah menegaskan bahwa aborsi "bukanlah masalah utama agama tetapi salah satu etika manusia" sambil bertanya kepada kelompok ibu yang meminta masukannya: "Apakah adil menghilangkan nyawa manusia untuk menyelesaikan masalah?"

Salah seorang penentang abrosi, Josefine Soraide, mengatakan, solusi untuk kehamilan yang tidak diinginkan bukanlah aborsi, tetapi pendidikan seksual yang lebih baik.

"Saya juga berasal dari keluarga miskin, dan saya tidak diinginkan," katanya. "Tapi saya berterima kasih kepada ibu saya karena telah menerima saya. Ada orang yang datang dari bawah dan sekarang mereka adalah orang penting. Dan itulah mengapa saya ada di sini: untuk semua bayi itu, meskipun mereka mengatakan akan menderita, mereka memiliki masa depan," ujarnya.

Perubahan undang-undang mengenai aborsi kalah tipis dalam pemungutan suara Senat pada 2018 setelah disetujui di majelis rendah, tetapi RUU terbaru adalah yang pertama mendapat dukungan dari pemerintah yang berkuasa.

Bahkan sebelum pemungutan suara diberikan, Senator Silvia Elias de Perez, dari provinsi konservatif Tucuman, mengatakan dia akan melawan persetujuan RUU di pengadilan.

"Jika RUU ini menjadi undang-undang maka akan inkonstitusional, mutlak dan mencolok. Itu akan menjadi hakim Bangsa yang akhirnya memutuskan karena kita akan mengangkat inkonstitusionalitas," katanya dalam konferensi pers.*

Tag:

comments